SAMUDRA

MARI MAJUKAN MASYARAKAT ENTASKAN DARI KEMISKINAN SEMAMPU KITA

WASPADA!!!! RESTOCKING KERANG ABALONE !!!! ATAU KITA AKAN MENYESAL

Posted by mustika lautan pada Desember 25, 2008

Abalone merupakan kekayaan laut yang sangat diminati, akan tetapi masyarakat masih belum begitu mengenal apalagi untuk mengembangkannya, hal ini sangat ironis sekali mengingat pemerintah khususnya departemen kelautan dan perikanan masih setengah hati untuk mempublikasikan teknologi tentang pembenihan dan pembudidayaannya.
Untuk mendapatkan stock benih abalone yang memadahi sangat mustahi kita dapatkan tanpa adanya desiminasi dari instansi – instansi pemerintah. Sementara Abalone memiliki rentang waktu yang lama hingga mencapai ukuran konsumsi, hal ini sangat mengkawatirkan dengan kelangsungan hidupnya dialam, sementara para petani berlomba-lomba mengeksploitasi kerang abalone ini karena harganya yang memang relative mahal. Bagaimana dengan generasi nanti????
Sedikit Solusinya yang saya tawarkan:

  1. Pemerintah khususnya departemen perikanan dan kelautan tidak seharusnya berpangku tangan menyikapi fenomena ini. Paling tidak pemerintah harus mencanangkan program restoking nasional pada sentra-sentra abalone seluruh Indonesia.
  2. Pemerintah khususnya departemen perikanan dan kelautan harusnya selektif dengan anggaran Negara ini khususnya masalah abalone mengingat teknologi pembenihan abalone sudah sangat memadai untuk melakukan restocking.
  3. Pemerintah khususnya departemen perikanan dan kelautan, harus merubah paradigma berpikir khususnya unit-unit yang ditunjuk sebagai motor pengembang abalone untuk lebih memfokusksn untuk memasyarakatkan tehnologi ini lewat desiminasi-desiminasi.
  4. Pemerintah khususnya departemen perikanan dan kelautan harus mebuat sebuah UU yang mengatur tentang perdagangan abalone tersebut seperti pada ikan sidat sehingga kelangsungan hidup abalone di alam tdak mengalami kepunahan.

Hal diatas saya ungkapkan karena unit-unit yang menagani abalone belum sepenuhnya melakukan desiminasi sehingga masyarakat khususnya yang dekat dengan unit-unit pengembangan abalone tersebut belum mengenal apa-apa dengan teknologi mengenai abalone tersebut.
Apa kata dunia ?? kalau generasi yang akan datang hanya bisa melihat abalone hanya dari pustaka??

Posted in Abalones | 5 Comments »

FORMULASI PAKAN INDUK IKAN AIR TAWAR

Posted by mustika lautan pada Desember 17, 2008

Masalah krusial dalam pengembengan budidaya ikan air tawar antara lain adalah terbatasnya benih yang baik mutunya dan cukup jumlah sesuai dengan kebutuhan. Perkembengan budidaya ikan air tawar relatif lambat dibandingkan dengan budidaya ikan laut, padahal budidaya ikan air tawar sudah lebih dahulu berkembang di masyarakat. Usaha pembenihan masih dilakukan secara sederhana, sehingga produksi benih massah guna mendukung pembudidayaan intensif masih menjadi kendala. Benih berkualitas tidak hanya ditentukan oleh faktor genetika, namun ditentukan oleh faktor kesehatan dan pakan yang diberikan kepada induk.

Material pakan yang diberikan pada induk akan diakumulasikan dalam telur sebagai cadangan energi pada saat perkembangan stadium awal. Informasi kebutuhan gizi induk untuk kepentingan produksi benih yang baik masih sedikit dan umumnya standar gizi pakan yang digunakan masih mengandalkan kriteria umum untuk kegiatan pembesaran, padahal kebutuhan nutrien induk sangat spesifik.

Defisiensi nutrien induk, antara lain asam amino esensial, asam lemak, vitamin dan mineral akan berakibat terhadap kegagalan proses pemijahan dan menurunnya kualitas benih yang dihasilkan. Pematangan gonad terjadi bila terdapat kelebihan energi. Kekurangan energi dapat meningkat oosit yang mengalami atresia. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan pada beberapa ikan laut dan tawar dapat diketahui bahwa pemberian pakan induk yang baik dapat meningkat performa induk dalam perkembangan gonad, kualitas pemijahan dan kualitas larva (Mokoginta, et al 1995 dan Izquirdo, et al. 2001).

Diantara semua nutrien utama penyusun pakan ikan, protein adalah yang paling penting tetapi harganya relait mahal. Dalam penyusunan formulasi pakan, yang diinginkan adalah kebutuhan minimum protein untuk mendukung pertumbuhan dan konversi pakan. Nmun pada induk protein pakan harus dilakukan secara kecukupan guna memelihara gonad dan penampilan reproduksi. Ikan gurame yang diberi pakan dengan kadar protein rendah (15%) perkembangan ovarynya relatif lambat dibandingkan dengan induk yang diberi pakan dengan kadar protein pakan lebih dari 25%. Demikian pula halanya terhadap kualitas persentase induk yang memijah, kualitas telur dan larva bahwa yang diberikan pakan dengan protein tinggi jauh lebih baik. Kebutuhan protein pakan untuk induk ikan mas, nila, lele dan patin sebesar 35% sedangkan ikan gurame dan betutu antara 35-40% (BRPBAT, 2003).

Kandungan lemak pakan mempunyai peran penting bagi ikan tropis, karena selain sumber energi juga untuk memelihara bentuk dan fungsi membran atau jaringan dan steroid yang penting bagi organ tubuh tertentu serta untuk mempertahankan daya apung tubuh. Pakan dengan protein tinggi tetapi tidak memiliki kecukupan yang berasal non-protein maka akan menyebabkan adanya konversi protein menjadi energi sehingga mempengaruhi akrvitas reproduksi. Apabila kadar lemak terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi berlebihan dalam ovarium yang mengakibatkan gangguan pada perkembangan gonad dan aktivitas reproduksi. Oleh karena itu perbandingan yang tepat antara protein dan lemak perlu diketahui. Hasil penelitian menunjukkan pakan induk ikan mas yang mengandung protein 35% dan lemak 7,5% telah dapat mempercepat pematangn gonad menjadi 1,5 bulan yang biasanya memerlukan 3 bulan. Pakan induk patin yang baik mengandung protein 35% dan lemak 8%. Kadar lemak pakan untuk ikan nila 10% dan gurame 12% (BRPBAT, 2003).

Vitamin berfungsi sebagai katalisator dalam berbagai reaksi biokimia metabolisme tubuh. Sebagian besar vitamin tidak disintesis tubuh atau disintesis tapi dalam jumlah tidak mencukupi. Vitamin yang memiliki peran dominan dalam reproduksi adalah vitam E dan C. Dari beberap penelitian ikan mas yang diberi pakan defisiensi vitamin E perkembangan gonadnya lambat dibandingkan dengan yang diberi pakan dengan berkecukupan vitamin E. Dosis vitamin E untuk ikan lele, patin dan jelawat sebesar 150 mg.kg pakan. Pemberian vitamin E sebanyak 380 mg/kg pakan pada ikan gurame memberikan respon terbaik, daya tetas mencapai 95%, derajat pembuahan 97,7% dan proses pematangan gonad relatif singkat yaitu 58 gri dibandingkan kontrol memerlukan 91 hari. Sealin itu fekunditas meningkat pada ikan yang diberi pakan dengan ditambahkan vitamin E 300 mg/ kg pakan dan vitamin C 500, mg/kg pakan, askorbil monofospat (BRPBAT, 2003).

Hasil kegiatan perekayasaan BBPBAT tahun 2003 pada induk ikan lele dumbo yang diberi pakan yang diperkaya, yaitu protein 34,75%, vit E 200-300 dan C 400-500 mg/kg pakan, serta mineral Mn dan Zn masing-masing 400-500 mg/kg pakan menghasilkan induk dengan matang gonad mencapai 39,11%, fekunditas telur per kg 191.643 butir dan derajat kelangsungan hidup 88,52% (Yuani, M., dkk. 2003). Dari hasil perekayasaan ini perlu diaplikasikan dalam skala lapangan, maka untuk tahun anggaran 2007 akan diproduksi pakan formula untuk induk ikan lele dumbo yang akan diterapakan dalam skala usaha, sehingga akan teruji pengaruh perbaikan kualitas pakan terhadap peningkatan produksi benih dan keuntungan bagi para pembenih.

Selain itu dalam perekayasaan ini akan dilakukan formulasi pakan untuk induk ikan nila. Ikan ini merupakan ikan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat, sehingga dari segi pakan induknya perlu disediakan sehingga para pembudidaya akan terbantu guna peningkatan produksinya.

Posted in pakan | Leave a Comment »

PRODUKSI BELATUNG (MAGGOT)

Posted by mustika lautan pada November 30, 2008

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan ikan secara fungsional dibagi menjadi tiga, yaitu pakan untuk benih, pembesaran dan pakan untuk induk. Pakan untuk pembesaran diperlukan dalam porsi sangat besar dan kecenderungannya dari segi harga makin mahal. Fenomena ini merupakan implikasi dari semakin menurunnya sumber daya alam sebagai bahan pakan untuk pembesaran, dan juga adanya kompetisi penggunaan yaitu sebagai sumber pangan untuk konsumsi manusia serta sumber pakan pada usaha peternakan.

Sumber pakan untuk usaha pembesaran ikan yang selama ini dikembangkan adalah, pertama: pakan ikan yang terdiri dari berbagai bahan, kemudian dibentuk dalam bentuk bubur, pasta atau pelet; kedua: silase ikan; ketiga: trash fish dan animal offal. Dari ketiga sumber pakan ini diprediksi ke depan akan semakin langka seiring semakin intensifnya usaha produksi pembesaran ikan. Terkait dengan permasalahan ini perlu dicari sumber pakan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan ikan dengan ketersediannya dapat diusahakan dalam jumlah banyak.

Limbah organik pertanian di Indonesia tersedia dalam jumlah banyak, seperti limbah Palm Kernel Milt (PKM) dan ampas tahu. Kedua limbah ini yang memanfaatkan baru para petenak untuk makanan hewan mamalia, namun untuk makanan ikan belum. Bahan ini masih memiliki kandungan protein cukup tinggi, seperti PKM kandungan proteinnya sekitar 18% dan ampas tahu sekitar 15%. Namun protein ini tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh ikan, karena sistem pencernaannya termasuk monogastric.

Untuk meningkatkan nilai gizi limbah tersebut dapat dirombak melalui proses biologis, yaitu digunakan sebagai media dan sumber makanan belatung, sehingga akan diperoleh bahan berupa belatung yang memiliki kandungan gizi cukup lengkap dengan kandungan protein lebih dari 42%. Kelebihan lain dari belatung ini memiliki kandungan antimikroba dan anti jamur, sehingga apabila dikonsumsi oleh ikan akan tahan terhadap penyakit bakterial dan jamur.

Dari proses biologis ini, bahan limbah yang merupakan media dan sisa proses metabolisme belatung dapat dijadikan sebagai sumber pakan ikan. Bahan pakan ini dapat dicerna oleh ikan dan memiliki kandungan nutrien cukup tinggi.

Oleh karenanya akan dilakukan perekayasaan kultur belatung dengan memanfaatkan media limbah organik PKM dan ampas tahu.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Untuk mendapatkan model teknik kultur belatung dan dapat diketahui media kultur yang terbaik sehingga diperoleh produksi belatung yang tinggi.

Melalui kegiatan perekayasaan ini ditargetkan produksi belatung sebanyak 100 kg per bulan pemeliharaan

II. METODOLOGI

II.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan akan dilaksanakan pada bulan April sampai Desember Tahun Anggaran 2005 di Laboratorium Pakan, dan Workshop Pakan BBAT Sukabumi, Jawa Barat (Lampiran 1).

II.2 Bahan dan Peralatan

Bahan yang diperlukan untuk perekayasaan ini adalah : induk lalat, ikan untuk media peneluran lalat, media kultur maggot terdiri dari PKM dan hampas tahu, buahbuahan untuk makanan lalat.

Peralatan terdiri dari : kandang lalat, scope net, baki plastik, petri dish, hand sprayer, stoples plastik, drum plastik, blender, freezer box, refrigerator, kantong plastik, sepatu boat, sarung tangan, timbangan, termometer dan peralatan panen maggot.

II.3 Metode Kerja

Ada dua metode kultur maggot yang akan diuji, yaitu:

1. Pemeliharaan maggot secara terbuka dan,

2. Secara tertutup.

Ada dua metode kultur magot yang akan diuji yaitu, pertama pemeliharaan magot secara terbuka dan, kedua secara tertutup. Untuk metode pemeliharaan terbuka prosedur kerjanya sebagai berikut :

Telur diperoleh dari lalat liar atau serangga bunga. Untuk merangsang agar lalat mau bertelur dilakukan dengan menempatkan ikan mati yang sudah dipotongpotong kemudian disimpan dalam wadah seperti baki plastik atau petridish yang selanjutnya ditempatkan dalam ruang terbuka.

Setelah diperoleh telur, kemudian disimpan dalam media kultur magot. Salah satu media yang digunakan adalah palm kerneal meal (PKM). Sebelum dijadikan sebagai media kultur, terlebih dahulu dilakukan proses fermentasi pada PKM. Proses fermentasi PKM adalah sebagai berikut : bungkil sawit sebanyak 40 kg, dicampur air 20 kg dan mikroba dari dalaman lambung mamalia (kambing atau kerbau) sebanyak 10-20%, kemudian dimasukan ke dalam tong plastik. Selanjutnya ditutup rapat dan ditimbun sekam padi untuk mempertahankan suhu. Proses fermentasi ini memerlukan waktu selama satu bulan, dan selanjutnya bahan PKM yang sudah terfermentasi dijadikan sebagai media kultur magot.

Wadah yang digunakan untuk pemeliharan larva magot menggunakan baskom plastik dan fibre glass. Tiap perlakuan diisi 15 kg bahan media kultur. Dengan perlakuan media kultur sebagai berikut :

o Perlakukan A : PKM (100%) dan ampas tahu (0%)

o Perlakuan B : PKM (50%) dan ampas tahu (50%)

o Perlakuan C : PKM (0%) dan ampas tahu (100%)

Semua perlakukan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.

Khusus untuk larva magot dari lalat hijau, pemeliharaan dalam media kultur dilakukan selama 4-5 hari. Setelah itu magot dapat dipanen, dengan cara dipisahkan dari media kultur dan berbagai kotoran lainnya. Adapun untuk larva magot dari serangga bunga pemeliharaan dalam media kultur memerlukan waktu 5-7 hari. Cara pemanenan sama halnya dengan magot lalat hijau.

Jumlah magot yang diperoleh kemudian ditimbang, demikian pula halnya dengan media kultur pada awal pemeliharaan dilakukan penimbangan.

Analisa proksimat dilakukan pada magot dan media kultur.

Sedangkan prosedur kerja pada pemeliharaan tertutup, secara umum prosedur pekerjaan sama dengan pada metode terbuka, perbedaan hanya pada metode pemeliharaan lalat yang digunakan sebagai sumber telur. Pada metode tertutup ini, lalat dan serangga bunga dipelihara dalam kandang lalat. Kandang berbentuk kotak terbuat dari kawat, dengan pinggirannya dibingkai oleh besi siku berukuran 1,5 x 1,2 x 2 m.

Induk lalat hijau (Calliphora sp) dan serangga bunga (Hermetia illucens) diperoleh dengan cara menetaskan pupa dalam kandang lalat. Kemudian dipelihara, dengan cara diberi makan berupa juice buahbuahan. Setiap hari yaitu waktu pagi dan sore hari disemprotkan air.

Untuk Calliphora sp, peneluran dilakukan dengan cara menyimpan potongan ikan mati yang dimasukkan ke dalam kandang lalat. Setiap kandang diisi potongan ikan mati sebanyak 2-5 bagian yang ditempatkan menyebar secara merata. Adapun untuk Hermetia illucens dengan cara menyimpan PKM yang sudah difermentasi. Apabila sudah diperoleh telur, kemudian ditetaskan dalam media pemeliharaan magot.

IV. HASIL dan PEMBAHASAN

IV.1 HASIL

IV.1.1 Produksi Magot Calliphora sp

Produksi magot Calliphora sp dari cara pemeliharaan secara terbuka disajikan pada Tabel 1, hasil sistem tertutup disajikan pada Tabel 2 dan hasil produksi dalam selang 17 hari dari setiap wadah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 1. Produksi magot Calliphora sp umur 4 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan terbuka

No

Jenis media kultur (15 kg/wadah)

Ulangan

Rata-rata

1

2

3

1

PKM (100%) dan ampas tahu (0%)

0,5

0,7

0,5

0,566

2

PKM (50%) dan ampas tahu (50%)

5,0

5,5

5,0

5,166

3

PKM (0%) dan ampas tahu (100%)

9,7

9,5

10,0

9,73

Tabel 2. Produksi magot Calliphora sp umur 4 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan tertutup

No

Jenis media kultur (15 kg/wadah)

Ulangan

Rata-rata

1

2

3

1

PKM (100%) dan ampas tahu (0%)

0,4

0,5

0,5

0,46

2

PKM (50%) dan ampas tahu (50%)

0,5

0,5

0,4

0,46

3

PKM (0%) dan ampas tahu (100%)

1

1,5

1

1,16

Tabel 3. Produksi magot Calliphora sp umur 4 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan terbuka selama 17 hari menggunakan limbah ampas tahu (15 kg/wadah)

No

Tanggal panen

Hasil magot (kg)

Cuaca pada saat koleksi telur

1

27 Mei 05

10

terang

2

28 Mei 05

9

terang

3

30 Mei 05

9

terang

4

31 Mei 05

9

terang

5

01 Juni 05

10

terang

6

02 Juni 05

8

terang

7

03 Juni 05

10

terang

8

04 Juni 05

10

terang

9

05 Juni 05

10

terang

10

06 Juni 05

7

mendung

11

07 Juni 05

5

mendung

12

08 Juni 05

5

mendung

13

09 Juni 05

7

mendung

14

10 Juni 05

5

gerimis

15

11 Juni 05

7

Hujan

16

12 Juni 05

3

hujan

17

14 Juni 05

10

terang

Total produksi magot :

134

Rata-rata per hari :

7,9

IV.1.2 Produksi magot Hermetia illucens

Produksi magot Hermetia illucens dengan dengan sistem pemeliharaan secara terbuka disajikan pada Tabel 4, produksi dengan sistem pemeliharaan tertutup disajikan pada Tabel 5 dan hasil produksi rutin dalam selang waktu bulan Nopember dan Desember disajikan pada Tabel 6

Tabel 4. Produksi magot Hermetia illucens umur 7 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan terbuka

No

Jenis media kultur (15 kg/wadah)

Ulangan

Rata-rata

1

2

3

1

PKM (100%) dan ampas tahu (0%)

7,0

10,0

8,5

8,5

2

PKM (50%) dan ampas tahu (50%)

5,0

4,0

4,5

4,5

3

PKM (0%) dan ampas tahu (100%)

Tabel 5. Produksi magot Hermetia illucens umur 7 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan tertutup

No

Jenis media kultur (15 kg/wadah)

Ulangan

1

2

3

1

PKM (100%) dan ampas tahu (0%)

2

PKM (50%) dan ampas tahu (50%)

3

PKM (0%) dan ampas tahu (100%)

Tabel 6. Produksi magot Hermetia illucens umur 7 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan terbuka selama bulan Nopember-Desember (15 kg PKM/wadah)

No

Tanggal Pemanenan

Hasil magot (kg)

1.

02 Nopember

9

2.

09 Nopember

9

3.

11 Nopember

5

4.

15 Nopember

9

5.

18 Nopember

14

6.

24 Nopember

9

7.

03 Desember

8

8.

05 Desember

11

9.

13 Desember

9

10.

23 Desember

8

Jumlah produksi :

91

Rata-rata per hari :

9,1

IV.1.3 Analisa Proksimat

Hasil analisa proksimat magot, PKM sebelum difermentasi dan setelah difermentasi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan proksimat magot, PKM awal dan PKM fermentasi

Calliphora sp

Hermetia illucens

PKM awal

PKM fermentasi

Kadar air (%)

8,25

25,07

14,28

61,85

Kadar abu (%)

14,35

7,78

4,08

1,58

Protein (%)

41,42

31,09

16,71

17,86

Lemak (%)

14,30

5,47

6,15

12,79

Serat kasar (%)

2,73

8,77

22,49

0,04

BETN (%)

18,95

21,82

36,29

5,89

Dalam bobot kering (kadar air 0%) :

Kadar abu (%)

15,64

10,38

4,75

4,14

Protein (%)

45,14

41,49

19,50

46,80

Lemak (%)

15,58

7,30

7,17

33,52

Serat kasar (%)

2,97

11,70

26,24

0,10

BETN (%)

20,67

29,13

42,34

15,44

Ket. : BETN : bahan ekstrak tanpa nitrogen

IV.2 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perekayasaan ini teknik kultur magot pada sistem terbuka produksinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tertutup. Bahkan pada Hermetia illucens yang dipelihara secara tertutup tidak berhasil mendapatkan telur, karena sebagian besar induknya yang dipelihara dalam kandang banyak ditemukan mati.

Tingginya produksi magot pada sistem terbuka, dimungkin karena serangga yang diluar lebih survive dibanding dengan serangga yang ada dalam kandang. Selain itu, serangga atau lalat yang di alam akan mendapatkan makanan sesuai dengan yang disukai dan dari segi gizi lebih lengkap sesuai dengan kebutuhannya, sehingga akan mendukung dalam aktivitas reproduksi yang pada akhirnya akan diperoleh jumlah telur lalat atau serangga yang cukup memadai.

Pemeliharaan magot nampaknya sangat dipengaruhi oleh jenis media kultur. Magot jenis Calliphora sp lebih menyukai ampas tahu dibandingkan dengan PKM, sedangkan magot jenis Hermetia illucens lebih menyukai PKM. Hal ini telihat dari produksi magot pada Calliphora sp tertinggi dicapai pada media kultur ampas tahu, dengan rata-rata produksi sebanyak 9,73 kg , sedangkan pada media kultur PKM hanya diperoleh magot sebanyak 0,57 kg dan campuran keduanya 5,17 kg dengan jumlah media kultur masing-masing sebanyak 15 kg per wadah. Namun sebaliknya Hermetia illucens lebih menyukai PKM sebagai media kultur dibandingkan dengan ampas tahu atau campuran keduanya.

Nampakanya perilaku serangga dalam menempatkan telur ada kaitannya dengan ketersediaan makanan yang cocok untuk kehidupan magot, dan jenins makanan ini nampaknya sangat spesifik. Hal ini mungkin bergantung pada bau, cita rasa dan kandungan gizi dari media kultur.

Berdasarkan data dari hasil produksi magot dengan pemberian media kultur tunggal sebanyak 15 kg per wadah pemeliharaan, yaitu PKM atau ampas tahu saja, dihasilkan produksi magot Calliphora sp sebanyak 134 kg per 17 kali panen, dengan waktu siklus produksi 17 hari, atau rata-rata produksi per hari sebanyak 7,9 kg; dan magot Hermetia illucens sebanyak 91 kg per 10 kali panen dengan waktu siklus produksi selama 51 hari, atau rata-rata produksi per haria sebesar 1,78 kg. Dari hasil perekayasaan ini nampak Calliphora sp pertumbuhannya lebih cepat, sebesar 4,4 kali dibanding dengan Hermetia illucens. Sehingga apabila menginginkan produksi masal maka yang cepat pertumbuhannya adalah Calliphora sp. Namun dilihat dari segi aspek lingkungan dan kesehatan manusia, nampaknya Hermetia illucens lebih mudah diterima oleh masyarakat, karena peluang untuk sebagai penyebar penyakit tidak ada.

Hermetia illucens dalam siklus hidupnya tidak hinggap dalam makanan yang langsung dikonsumsi manusia. Dalam usia dewasa makanan utamanya adalah sari bunga, sedangkan pada usia muda makanannya berasal dari cadangan makanan yang ada dalam tubuhnya. Perkembangbiakan dilakukan secara seksual, yang betina mengandung telur, kemudian telur diletakan pada permukaan yang bersih, namun berdekatan dengan sumber makanan yang cocok untuk larva. Larva kecil sangat memerlukan banyak makanan untuk tumbuh sehingga menjadi pupa. Sumber makanan yang paling disukai nampaknya adalah PKM yang sudah terfermentasi. Dengan demikian prospek untuk pengembangan magot sebagai pakan ikan lebih aman adalah Hermetia illucens.

Proses fermentasi sangat efektif dalam mencerna serat kasar yang susah dicerna oleh hewan monogastric. Sebagaimna data yang tercantum pada Tabel 7 kandungan serat kasar PKM sebelum fermentasi sebesar 26,24% dan setelah fermentasi 0,10%. Selain itu ada peningkatan kandungan protein dan lemak yang cukup signifikan, sebelum fermentasi sebesar 19,50% dan 7,17% sedangkan setelah fermentasi menjadi 46,80% dan 33,52%. Melihat kandungan proksimat PKM frementasi ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku untuk pakan magot. Salah satu yang diperlukan adalah kandungan protein dan lemaknya cukup tinggi, untuk sebagai cadangan makanan pada saat hibernasi, metamorfosis dan cadangan makanan pada usia serangga muda.

Komposisi proksimat magot cukup sesuai untuk dijadikan sebagai makanan ikan. Dilihat dari kandungan proksimatnya mengandung protein lebih dari 40%, kandungan lemak cukup tinggi dan yang lebih khusus pada magot adalah memiliki enzim dan antimikroba. Sehingga akan mudah dicerna oleh semua jenis ikan dan kemungkinan besar akan meningkatkan daya tahan tubuh pada ikan.

Berdasarkan hasil kajian pustaka, magot ini telah banyak diaplikasikan untuk pakan unggas (Awoniyi, et al. 2003 Zuidhof, et al. 2003), ikan lele (Fasakin, et al. 2003 dan Madu and Ufodike, 2003). Dari beberapa penelitian sebelumnya magot dapat mensubstitusi tepung ikan pada pakan ayam (Awoniyi, et al, 2003) dan pada ikan lele (Fasakin, et al. 2003)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perekayasaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

Model kultur magot yang dapat menghasilkan produksi yang tinggi adalah sistem kultur terbuka dibandingkan sistem tertutup. Dengan model ini, dapat diproduksi magot jenis Callipora sp dalam waktu produksi 17 hari dengan media kultur sebanyak 255 kg, diperoleh magot sebanyak 134 kg, sedangkan untuk jenis Hermetia illucens dalam waktu produksi 51 hari dengan media kultur sebanyak 150 kg, diperoleh magot sebanyak 91 kg.

Media kultur yang terbaik untuk magot jenis Calliphora sp adalah ampas tahu, sedangkan untu jenis Hermetia illucens adalah bungkil sawit (PKM) yang sudah difermentasi.

V.2 Saran

Berdasarkan hasil perekayasaan ini, disarankan :

Jenis magot untuk dikembangkan secara massal yang terbaik adalah Hermetia illucens dibandingkan dengan Calliphora sp. Karena Hermetia illucens pada usia dewasa dalam kebiasaan hidupnya tidak hinggap dalam makanan manusia dan sebagai makanan utamanya adalah saribunga. Sedangkan Calliphora sp biasanya makanan utamanya adalah binatang yang sudah menjadi bangkai.

Dilihat dari kandungan proksimatnya, magot ini dapat dijadikan sumber protein alternatif tepung ikan, sehingga ada harapan mendapatkan protein hewani yang berkelanjutan dengan memanfaatkan limbah industri pertanian, yaitu limbah sawit.

Posted in maggot | Leave a Comment »

TEKNIK BUDIDAYA ABALONE (haliotis asinina)

Posted by mustika lautan pada November 26, 2008

Seleksi Benih Siap Tebar

Benih merupakan salah tahap suatu kegiatan budidaya yang sangat menentukan keberhasilan yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih benih akan menimbulkan danpak kerugian yang besar, seperti tingginya tingkat kematian saat proses pemeliharaan dan lambatnya pertumbuhan. Oleh karena itu, seleksi benih sebelum penebaran harus dilakukan dengan tepat. Kriteria benih siap tebar untuk budidaya kerang abalone adalah sebagai berikut:

Ukuran benih relatif seragam yaitu 1 cm/ekor (ukuran panjang cangkang).

Telah mampu memanfaatkan pakan rumput laut segar sebagai makanannya, seperti Gracilaria sp atau Ulva sp.

Sensitif terhadap respon dari luar.

Benih kerang abalone yang sehat akan cepat merespon ransangan dari luar. Tanda-tanda yang diberikan adalah sebagai berikut:

* kerang abalone yang cenderung melekat kuat pada substrak jika disentuh

* jika direndam dalam air tawar akan mengkerut dan mengeras, dan apabila dikembalikan ke air laut akan cepat melakukan pergerakan.

* jika dipegang terasa kenyal dan padat serta tidak lemas.

Cangkang tidak pecah atau cacat.

Tidak terdapat luka pada bagian badan/daging.

Gambar 12. Benih kerang abalone siap tebar.

Padat Tebar dan Aklimatisasi

Daya dukung lahan sangat perlu dipertimbangkan untuk menentukan padat penebaran (stocking density) dan ukuran benih tebar, selain itu tingkah laku dan sifat yang dimiliki oleh biota juga dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan padat tebar. Diantara sifat kerang abalone yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan padat tebar adalah pergerakan yang lanbat dan hidup menempel pada substrak dan tidak memerlukan areal yang luas untuk melakukan aktivitasnya. Hal ini sangat memungkinkan untuk penebaran tinggi. Di Negara Jepang, padat penebaran H. asinina ukuran 25mm 731-1426 ekor/m2 (Singhagraiwan and Doi, 1993). Di Indonesia, Loka Budidaya Laut-Lombok yang memelihara kerang abalone dengan penerapan 2 metode memiliki padat tebar dan cara aklimatisasi yang berbeda.

Langkah awal sebelum penebaran adalah aklimatisasi atau penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Aklimatisasi mutlak dilakukan sebelum penebaran kedalam wadah budidaya. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko kegagalan (kematian) saat awal pemeliharaan. Perubahan lingkungan secara tiba-tiba akan dapat menimbulkan stress pada biota, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Karena itu, lakukanlah aklimatisasi terlebih dahulu sebelum penebaran. Tingkat padat tebar dan cara aklimatisasi pada ke dua metode adalah sebagai berikut:

a. Metode Pen-culture

Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam penentuan padat tebar pada metode pen-culture, selain sifat dan tingkah laku kerang abalone adalah kondisi perairan saat surut terendah yang dapat berlangsung beberapa saat. Pada saat surut, kuantitas air yang berada dalam pen-culture sangat minim serta kemungkinan tidak terjadi pertukaran air. Keadaan ini sangat mengkwatirkan jika dilakukan dalam penebaran tinggi. Oleh karena itu, padat tebar metode pen-culture sebaiknya berkisar antara 100-150 ekor/m2.

Cara aklimatisasi pada metode ini yaitu dengan cara aklimatisasi dalam bak terlebih dahulu dengan mempergunakan media air dari lokasi pen-culture. Kantong diapungkan beberapa saat (15-20 menit), kemudian dibuka dan dimasukkan air perlahan-lahan. Tebar benih abalone kedalam bak selama 20-30 menit dengan keadaan sirkulasi air.

Gambar 13. Aklimatisasi dalam bak sirkulasi.

Penebaran dalam pen-culture dapat dilakukan setelah kerang abalone terlihat telah dapat menerima kondisi linkungan yang baru, ditandai dengan gerak aktif kerang abalone untuk mencari tempat bersembunyi. Penebaran dilakukan pada saat air mulai pasang yang ditebar merata dalam pen-culture (dibeberapa tempat).

Gambar 14. Penebaran benih kerang abalone dalam pen-culture.

b. Metode KJA

Berbeda dengan metode KJA, padat tebar bisa lebih tinggi. Tingginya padat penebaran pada metode ini dikarenakan sirkulasi air selalu terjamin setiap saat sehingga kualitas air lebih terjamin. Pada metode ini, yang harus dipertimbangkan selain sifat dan tingkah laku kerang abalone serta sirkulasi air adalah luas permukaan substrak. Hal ini erat kaitannya dengan penyebaran kerang abalone. Dengan percobaan yang telah dilakukan oleh Loka Budidaya laut-Lombok, padat tebar metode KJA sebaiknya berkisar antara 350-400 ekor/m2.

Cara aklimatisasi di KJA dapat dilakukan dalam bak ataupun langsung didalam wadah pemeliharaan. Kantong yang berisi benih diapungkan dalam wadah pemeliharaan 15-20 menit, kantong dibuka dan dimasukkan air dari luar kantong secara perlaha-lahan hingga hampir penuh, balik bagian dalam kantong menjadi luar kantong dan biarkan benih kerang abalone lepas dengan sendirinya. Setelah beberapa saat, benih kerang abalone yang masih menempel pada kantong segera dilepas dan dimasukkan kedalam wadah pemeliharaan.

Gambar 15. Aklimatisasi dan penebaran benih kerang abalone di KJA

Pakan dan Pemberian Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan budidaya kerang abalone, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi pertimbangan utama dalam pemberian pakan. Jenis pakan kerang abalone adalah seaweed yang biasa disebut makro-alga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber makanan. Saat ini, pakan yang terbaik yang diberikan adalah Gracilaria sp yang merupakan makanan favorit untuk kerang abalone. Selain Gracilaria sp, jenis seaweed yang yang lain juga dapat diberikan, seperti Ulva sp. Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran pakan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya predator-predator yang terbawa dan menghindari pakan yang hampir/telah mati yang nantinya akan membusuk dan menimbulkan racun bagi kerang abalone.

Gambar 16. Gracilaria sp (kiri) dan Ulva sp (kanan).

Pada metode pen-culture, pemberian pakan dilakukan jika ketersediaan pakan yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam wadah terlihat mulai sedikit. Pemberiannya dilakukan pada saat air sedang surut dengan cara menyelipkan antara jejeran genteng. Jumlah setiap penambahan pakan yang diberikan sebanyak 25-30 kg berat basah/unit pen-culture.

Gambar 17. Penambahan pakan dalam pen-culture.

Pemberian pakan pada metode KJA berbeda dengan metode pen-culture. Pada metode KJA, frekuensi pemberian pakan dilakukan 2-3 hari sekali sebanyak 2-5kg/unit wadah. Kelebihan dalam pemberian pakan pada metode KJA akan menimbulkan bahaya yaitu matinya sebagian Gracilaria sp dalam wadah yang menimbulkan bau busuk yang kemungkinan besar mengandung bahan beracun (seperti NH3 dan H2S) yang dapat bersifat racun dan mematikan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengontrolan pakan harus dilakukan dengan tepat.

Gambar 18. Pemberian pakan di KJA.

Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Konversi Pakan

Kerang abalone adalah hewan yang sangat lambat tumbuh. Untuk mencapai ukuran diatas 8cm/ekor dengan berat 30-40gr/ekor, dibutuhkan masa waktu pemeliharaan 12-14 bulan dengan ketersediaan pakan yang selalu cukup. Pada awal pemeliharaan, pertumbuhan panjang cangkang sejalan dengan pertumbuhan berat hingga mencapai ukuran cangkang 4cm dengan berat 11,5-13,37gr. Setelah mencapai ukuran diatas 4cm, pertumbuhan lebih mengarah terhadap pertumbuhan berat. Kelangsungan hidup kerang abalone yang dicapai dalam masa pemeliharaan 12-14 bulan sebesar 55-63%.

Sifat kerang abalone yang sangat rakus namun lambat tumbuh mengakibatkan tingginya nilai konversi pakan (Feeding Convercation of Ratio; FCR) yang dapat mencapai 27-29, artinya untuk meningkatkan berat badan sebesar 1 gr, kerang abalone harus memakan makanan sebanyak 27-29gr.

Pengontrolan dan Pergantian waring.

Gerakan kerang abalone yang sangat lambat juga merupakan suatu titik kelemahan, yaitu mudahnya predator-predator untuk memangsanya. Dengan adanya tindakan pengontrolan, predator-predator dapat langsung dimusnahkan dengan cara pengambilan langsung dari dalam wadah budidaya.

Pada metode pen-culture, pengontrolan sangat sulit untuk dilakukan dikarenakan ketergantungan pada surutnya air laut dan desain substrak yang cukup sulit untuk menemukan adanya predator. Salah satu cara untuk mencegah adanya predator adalah desain pen-culture yang rapat sehingga tidak terdapat lubang/tempat masuknya predator serta melakukan pengontrolan secara menyeluruh setiap 3 atau 4 bulan sekali dengan cara membongkar susunan substrak. Hal ini juga bertujuan untuk memperbaiki kembali susunan substrak.

Gambar 19. Pengontrolan pada pen-culture

Dinding pen-culture yang terbuat dari waring sangat mudah kotor akibat dari sedimen yang terbawa dalam badan air serta tumbuhan biofouling (tumbuhan penempel) yang dapat mennganggu sirkulasi air. Selain itu, waring yang telah kotor akan lebih mudah sobek dikarenakan tertahannya arus hempasan ombak. Oleh karena itu pergantian waring perlu untuk dilakukan minimal 1 bulan sekali.

Pada metode KJA, pengontrolan terhadap predator lebih mudah untuk dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan minmal 3-4 hari sekali atau sebelum pemberian pakan dengan cara mengangkat wadah budidaya ke permukaan. Predator-predator dapat segera dimusnahkan serta kerang abalone yang sakit dapat dilakukan tindakan pengobatan. Untuk memperlancar sirkulasi air dalam wadah, pergatian wadah/waring minimal dilakukan setiap bulan.


Gambar 20. Pengontrolan dan pergantian waring

Hama dan Penyakit

Hama

Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam budidaya kerang abalone. Jenis hama yang terdapat dalam wadah budidaya kerang abalone diberdakan menjadi 3 golongan, yaitu; 1) hama pengganggu; 2) penyaing; dan 3) pemangsa/predator. Diantara ke tiga golongan hama tersebut, predator merupakan hama yang sangat berbahaya terhadap kehidupan kerang abalone.

Gerakan kerang abalone yang lambat sangat memudahkan predator-predator untuk dapat memangsanya. Jenis predator yang sering dijumpai dalam wadah budidaya kerang abalone adalah kepiting-kepiting laut. Sedangkan hama yang lain seperti udang-udangan dan kerang-kerang laut menjadi pengganggu dan penyaing ruang gerak serta makanan. Contoh; teritip.

Teritip harus selalu dibersihkan sebagai tindakan pencegahan akan terjadinya luka, karena cangkangnya yang runcing dan tajam. Teritip akan menjadi masalah jika terdapat dalam jumlah banyak pada substrak, selain sebagai penyaing oksigen juga akan menyulitkan kerang abalone untuk bergerak leluasa dan bahkan dapat tumbuh pada cangkang kerang abalone (Gambar 20).

Gambar 20. Teritip yang menempel pada substrak dan cangkang.

Masuknya hama dapat melalui lubang-lubang yang terdapat pada wadah ataupun melalui makanan yang diberikan. Oleh karena itu, tindakan penanggulangan dan pemberantasan perlu dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Pakan yang diberikan harus dalam keadaan bersih dari partikel yang melekat ataupu hewan lainnya.
  2. Pengontrolan dalam wadah budidaya secara kontinyu/periodik.
  3. Pemusnahan hama yang ditemukan didalam maupun diluar wadah budidaya.
  4. Pengontrolan terhadap keadaan wadah.

Penyakit

Penyakit merupakan suatu hal yang sangat mengkwatirkan dalam keberhasilan kegiatan budidaya. Penyakit pada kerang abalone akan timbul saat kondisi kerang abalone menurun akibat adanya perubahan suatu keadaan tertentu, seperti lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air menurun yang menimbulkan stress pada kerang abalone atau penanganan yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka. Pada keadaan seperti ini, kerang abalone sangat riskan terhadap serangan penyakit.

Pada metode KJA, penyebab lingkungan yang kotor sering kali disebabkan oleh pemberian pakan yang terlalu banyak. Pakan tersebut akan membusuk jika tidak habis dalam waktu 3-4 hari. Oleh karena itu, pemberian pakan yang berlebihan harus dihindari serta kesegaran pakan yang diberikan tetap terjamin.

Penyakit yang menyerang kerang abalone, saat masih terus di identifikasi untuk mengetahui penyebabnya. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah timbulnya warna merah seperti karat pada bagian selaput gonad (bagian bawah cangkang). Kerang abalone yang mengalami gejala ini, dalam waktu 5-6 hari lapisan selaput akan sobek, nampak lemas dan jika dipegang sangat lembek (tidak dapat merespon ransangan luar) yang akhirnya mengalami kematian. Tindakan pencegahan yang telah dilakukan saat ini adalah tindakan karantina atau pemisahan pada tempat khusus sebelum selaput gonad sobek/terpisah dari cangkang, kemudian dilakukan tindakan pengobatan dengan cara pengolesan acriflavin atau betadine dalam dosis tinggi (500ppm) pada selaput tersebut secara kontinyu selama 3 hari. Tindakan ini juga dilakukan pada kerang abalone yang mengalami luka.

Gambar 21. Gejala kerang abalone yang sakit, nampak lemas (kiri), warna karat (kanan).

Oleh karena itu, tindakan pencegahan merupakan tindakan yang sangat tepat sebagai langkah awal dalam meningkatkan keberhasilan budidaya kerang abalone. Tindakan-tindakan pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu:

  1. Hindari pemberian pakan yang berlebih
  2. Pakan yang diberikan dalam keadaan segar dan bersih.
  3. Pakan yang telah rusak/busuk segera dibuang dari wadah budidaya.
  4. Hindari luka akibat penanganan, baik saat pergantian wadah maupun saat melepas dari substrak serta hindari penanganan yang dapat menimbulkan stress.
  5. Gunakan bahan yang elastis untuk melepas kerang abalone dari substrak.
  6. Ganti wadah dan bersihkan substrak dari biota yang menempel, seperti teritip.
  7. Ketersediaan pakan dalam wadah budidaya selalu tersedia dan dalam jumlah yang cukup.

Sumber: juknis abalone BBL Lombok

Posted in Abalones | 2 Comments »

Replacement of fish meal by maggot meal in diet for finggerling catfish (Clarias gariepinus) and tilapia (Oreochromis niloticus)

Posted by mustika lautan pada November 10, 2008

Abstrak

Triplicate groups of finggerling catfish, Clarias gariepinus (initial body weight 1.35 g/fish) and tilapia, Oreochromis niloticus (initial body weight 2.15 g/fish) were fed for 5 weeks for catfish and 4 weeks for tilapia at 27-28 oC on five isonitgenous (crude protein 41.5% for catfish and 30% for tilapia). Maggot meal was used to replace fish meal at different levels of protein. The control diet at catfish diet contained fish meal as the sole protein, but in tilapia, the control diet contained 45% fish meal and 55% maggot meal. In the other four diets of fish meal protein was substitud by maggot meal. For the

Replacement of fish meal by maggot meal in diet for finggerling catfish (Clarias gariepinus)

Triplicate groups of finggerling catfish, Clarias gariepinus (initial body weight 1.35 g/fish) were fed for 5 weeks at 27-28 oC on five isonitrogenous (crude protein 35%) and isoenergetic diets. Maggot meal (MM) was used to replace fish meal (FM) at different levels of protein. The control diet contained fish meal as the sole protein. In the other four diets of fish meal protein was substitud by maggot meal : 25 (MM25), 50 (MM50), 75 (MM75) and 100%(MM100).

The results showed that feed conversation rate (FCR) for the MM50 group was higher than for other groups. Spesific growth rate in the MM50 group was higher than control and other groups, while there was no significant difference in survival rate (SR) between the control and other groups. The results suggest that maggot meat could replace up to 50% of fish meal protein in diets for finggerling catfish without negative effects on growth and improved feed utilization.

KEY WORDS: Clarias gariepinus, maggot meal, feed utilization and growth.

Posted in maggot | Leave a Comment »

PENDEDERAN KERAPU SEPENGGAL

Posted by mustika lautan pada Oktober 21, 2008

Dalam rangka mempercepat pengembangan usaha budidaya dan peningkatan produksi ikan kerapu. diperlukan benih yang tepat ukuran, jumlah, waktu dan mutu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perlu adanya inovasi pemeliharaan sehingga dapat memperpendek masa pemeliharaan bagi para pembudidaya. Pemeliharaan ikan kerapu bebek tergolong membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 18 bulan sampai ukuran konsumsi (500g). Mengingat hal tersebut, saya akan sedikit berbagi pengalaman dengan para pembudidaya untuk membuka wacana agar para pembudidaya tidak terfokus pada pemeliharaan yang sangat panjang. Dimana hanya dengan waktu satu sampai dua bulan kita sudah dapat meraup keuntungan yang tidak sedikit.

Kendala yang sering dihadapi oleh para pembudidaya khususnya yang ada di karamba adalah masalah suplai benih yang berkualitas, adaptif terhadap lingkungan baru dan pakan, sangat kurang dimengerti olah para pembudidaya. Saya pribadi menyarankan para pembudidaya untuk benar-benar mengetahui asal dan cara pemeliharaan bibit kerapu pra penebaran di karamba. Oleh karenanya perlunya komunikasi dengan unit-unit kerja Departemen Kelautan Dan Perikanan agar kita tidak salah dalam memilih bibit kerapu yang berkualitas.

Penulis akan berbagi sedikit pengalaman tentang pendederan kerapu sepenggal dimana pada segmen ini dapat membantu para pembudidaya khususnya para pemodal yang kecil dan menengah untuk dapat mengais keuntungan dalam waktu yang relatif singkat, serta membantu memecahkan masalah stock benih yang berkualitas dan memadahi kuantitasnya.

Dengan pendederan sepenggal ini kita dapat:

  • Menyediakan benih kerapu bebek bermutu bagi pembudidaya
  • Memasyarakatkan usaha pendederan menjadi usaha intermediasi antara pembenihan dan budidaya di keramba jaring apung.
  • Menyediakan benih kerapu bebek bermutu bagi pembudidaya kerapu pra tebar di karamba jarring apung
  • Menciptakan jenis usaha dan menyerap tenaga kerja dan tentunya membantu Negara dalam mengentaskan kemiskinan
  • Mendapatkan keuntungan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

selanjutnya>>

Posted in Kerapu | 1 Comment »

SARANA DAN PRASARANA UNTUK PRODUKSI BENIH TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)

Posted by mustika lautan pada Oktober 9, 2008

Tiram mutiara merupakan salah satu komoditas unggulan yang terus dipacu perkembangannya. Sementara ini, baik usaha perbenihan maupun budidayanya banyak dirintis oleh perusahaan swasta dalam skala besar.

Khusus untuk sistem perbenihan, yang berkembang di perusahaan swasta selama ini masih terbilang sangat kompleks. Oleh karenanya, Balai Budidaya Laut Lombok, sebagai satu – satunya unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen PB yang mengembangkan species ini, terus berupaya menyederhanakan sistem perbenihan tanpa mengurangi kuantitas dan kualitas hasil produksi.

I. Prasarana Unit Pembenihan

Sarana dan prasarana yang harus dipenuhi adalah

NO

PRASARANA POKOK

UNIT PRODUKSI

1

Bangunan

  • Laboratorium Kultur Pakan Alami
  • Ruang Kerja Laboran
  • Ruang Pemeliharaan
  • Ruang Serbaguna

2

Peralatan

  • Plankton net
  • Bak fiber glass
  • Sistem Pengudaraan/ aerator
  • Sistem Pengairan
  • Peralatan Kultur Pakan Alami
  • Mikroskop dan Perlengkapannya
  • Lemari Es dan Pendingin Ruangan


II.1. Bangunan

Unit pembenihan tiram mutiara dibuat dari bangunan permanen dan harus memiliki 4 ruangan pokok yaitu: laboratorium kultur pakan alami, ruang kerja laboran, ruang pemeliharaan, dan ruang serbaguna. Empat ruangan tersebut merupakan sarana minimal yang harus dipenuhi untuk kegiatan produksi benih tiram mutiara

1. Laboratorium Kultur Pakan Alami

Laboratorium kultur pakan alami merupakan ruang yang steril dengan warna dasar putih, baik untuk lantai, dinding, maupun plafon. Ruang ini dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk mempertahankan suhu ruangan konstan 22 oC.

Furniture utama dalam ruangan ini adalah rak kultur yang dilengkapi dengan lampu neon warna putih untuk menghasilkan intensitas cahaya 3000 – 5000 lux dan instalasi aerasi untuk kultur pakan alami, untuk konstruksi ruangan disesuaikan dengan keadaan tempat masing-masing.

Gambar Ruang PakanAlami


1. Ruang Kerja Laboran

Ruang yang didalamnya terdapat mikroskop, timbangan digital, frezer, dan rak penyimpanan bahan kimia ini digunakan untuk kegiatan pengamatan larva, pengamatan plankton, pembuatan pupuk dan penyimpanan stok murni pakan alami.


Gambar Ruang Kerja

1. Ruang Pemeliharaan

Ruang pemeliharaan digunakan untuk kegiatan aklimatisasi induk, pemijahan, pemeliharaan larva dan pemeliharaan spat. Ruang ini dikondisikan gelap, dilengkapi dengan bak – bak pemeliharaan serta instalasi air laut dan aerasi

Gambar Ruang Pemeliharaan

2. Ruang Serbaguna

Ruang ini digunakan untuk mencuci peralatan kerja, sterilisasi peralatan kultur pakan alami, sterilisasi air media kultur pakan alami, dan untuk penyimpanan peralatan kerja. Oleh karenanya, ruang serbaguna dilengkapi dengan kompor gas, rak peralatan, dan instalasi air tawar.

II.2 Peralatan

1. Plankton net

Untuk kegiatan kultur pakan alami dan pemeliharaan larva, digunakan plankton net dengan lebar mata saring: 10,20,40,50,80,100,120,150,180, 200, 250 dan 300µm, fungsinya untuk penyaringan fitoplankton dan larva mutiara.

2. Bak fiber glass

Terdapat 3 ukuran bak fiber glass, yaitu Bak fiber glass volume 3 m3 yang dilengkapi dengan kran 1,5” digunakan untuk pemeliharaan larva, bak fiber glass volume 1,5 m3 untuk pemeliharaan spat, dan bak fiber glass volume 1 m3 untuk wadah aklimatisasi induk.

3. Sistem Pengudaraan/ aerator

Sistem pengudaraan disuplay oleh Hi-blow 60 watt dan dialirkan dengan pipa PVC ¾ “ sebagai saluran utama. Aerasi ke bak larva dihubungkan dengan selang 1/16”.

4. Sistem Pengairan

  1. Suplay Air Laut

Air laut dipompa ke tandon pengendapan menggunakan pompa 10 PK. Kemudian melewati filter dari ijuk. Keluar dari filter ini, air laut mengalir melalui sand filter dan masuk ke hollo fiber membran atau difilter bertingkat dengan catridge 10 µm kemudian 3 µm untuk air media pemeliharaan dan 0,5 µm untuk air media kultur pakan alami dan pemeliharaan larva.

  1. Suplay Air Tawar

Air tawar diambil dari sumur dengan pompa 250 watt kemudian dialirkan ke bak plastik kapasitas 2 m3 yang berada pada tower dengan ketinggian 5 m. Dari tower air tawar dialirkan dengan pipa ¾” . untuk proses sterilisasi dan pencucian semua peralatan produksi.

5. Peralatan Kultur Pakan Alami

Pakan alami dikultur dalam galon dengan volume 19 liter atau toples volume 25 liter. Sedangkan pupuk disimpan dalam erlenmeyer volume 1 liter. Peralatan lain yang digunakan untuk kegiatan kultur pakan alami adalah corong plastik dan gelas ukur. Sedangkan untuk membuat pupuk diperlukan timbangan digital dan hot plate. Untuk sterilisasi air media kultur, diperlukan panci stainless steel dan satu set kompor gas.

6. Mikroskop dan Perlengkapannya

Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop binokuler yang dilengkapi dengan mikrometer. Perlengkapan lain untuk membantu dalam penggunaan mikroskop adalah kamera digital, monitor, pipet, obyek glass, haemocytometer dan hand counter.

7. Lemari Es dan Pendingin Ruangan

Lemari es digunakan untuk menyimpan stok bibit pakan alami (inokulan), sedangkan air conditioner 1,5 PK digunakan untuk menjaga kestabilan suhu ruang laboratorium pakan alami.


Posted in Mutiara | 3 Comments »

PEMELIHARAAN KERANG ABALONE (Haliotis asinina) DENGAN METODE PEN-CULTURE (Kurungan Tancap) DAN KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Posted by mustika lautan pada September 19, 2008


Pemanfaatan sumber daya laut tidak hanya dilakukan melalui penangkapan, tetapi juga perlu dikembangkan usaha budidaya, salah satunya adalah budidaya laut. Saat ini pengembangan budidaya laut lebih banyak mengarah kepada ikan-ikan ekonomis tinggi dan tiram mutiara, sementara diperairan Indonesia masih banyak biota-biota laut yang masih bisa dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi, salah satunya adalah kerang abalone (H. asinina). Pengembangan usaha budidaya kerang abalone dimasa datang mempunyai prospek cukup cerah, mengingat beberapa keunggulan yang dimilikinya baik dari teknik budidaya sampai dengan pemasaran.

Daging abalon mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%; lemak 3,20%; serat 5,60%, abu 11,11%; dan kadar air 0,60% serta cangkangnya mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya. Produksi kerang abalone saat ini lebih banyak diperoleh dari tangkapan di alam, dan ini akan menimbulkan kekwatiran akan terjadinya kelangkaan yang berakhir pada kepunahan.

Oleh karena itu, Loka Budidaya Laut-Lombok sebagai salah satu pengerak dalam pengembangan budidaya laut mengembangkan metode budidaya kerang abalone dengan 2 metode yaitu KJA dan Pen-Culture (kurungan tancap) yang dapat memberikan jalan keluar untuk mengurangi ketergantungan produksi pada usaha penangkapan dan meningkatkan produksi secara kontinyu.

BIOLOGI KERANG ABALONE

KLasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi abalone adalah sebagai berikut :

Class : Gastropoda

Sub Class : Orthogastropoda

Ordo : Vetigastropoda

Super Family : Pleurotomarioidea

Family : Haliotidae

Genus : Haliotis

Species : Haliotis asinina

Kerang abalone memiliki satu cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dalam jumlah yang sesuai dengan ukuran abalone, semakin besar ukuran kerang abalone maka semakin banyak lubang yang terdapat pada cangkang. Lubang-lubang tersebut tertata rapi mulai dari ujung depan hingga belakang cangkang. Kerang abalone juga mempunyai mulut dan sungut yang terletak di bawah cangkang serta sepasang mata.

Gambar 1. Alat pencernaan kerang abalone.

Bagian-bagian lain dari kerang abalone dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Bagian-bagian tubuh kerang abalone.

Habitat dan Tingkah Laku

Kerang Abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Kerang abalone bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya.

Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan, kehidupan kerang abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum, spesies kerang abalone mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; H. kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan H. asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C). Parameter kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32ppt, H2S dan NH3 kurang dari 1ppm serta oksigen terlarut lebih dari 3ppm.

Penyebaran kerang abalone sangat terbatas. Tidak semua pantai yang berkarang terdapat kerang abalone. Secara umum, kerang abalone tidak ditemukan di daerah estuaria yaitu pertemuan air laut dan tawar yang biasa terjadi di muara sungai. Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas yang sering terjadi, tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan juga karena konsentrasi oksigen yang rendah.

Makanan dan Kebiasaan Makan

Kerang abalone merpakan hewan herbivore, yaitu hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya adalah seaweed yang biasa disebut makro alga. Jenis seaweed/makro alga yang tumbuh dilaut sangat beraneka ragam. Secara garis besar ada 3 golongan seaweed/makro alga yang hidup di laut, yaitu; 1) makro alga merah (Red seaweeds), 2) alga coklat (Brown seaweeds), dan 3) alga hijau (Green seaweed). Ketiga golongan tersebut terbagi atas beberapa jenis dan beraneka ragam. Keragaman tersebut tidak semuanya dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanannya. Berikut ini spesies/jenis seaweed yang dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanannya, yaitu:

a. Makro alga merah, yaitu:

Corallina

Lithothamnium

Gracilaria

Jeanerettia

Porphyra

b. Makro alga coklat:

Ecklonia

Laminaria

Macrocystis

Nereocystis

Undaria

Sargasum

c. Makro alga hijau, seperti Ulva

SARANA BUDIDAYA

Sarana Pada Metode Pen-Culture

Sarana yang dibutuhkan untuk budidaya kerang abalone pada metode ini adalah sebagai berikut:

  1. Wadah yaitu pen-culture atau kurungan tancap.
  2. Substrak yang terbuat dari paving blok dan genteng.
  3. Alat kerja, seperti; timbangan, keranjang/waskom, pacul, linggis dan palu.

Sarana ini akan dipergunakan dalam proses pembuatan dan peletakan wadah serta saat proses pemeliharaan berlangsung.

Sarana Pada Metode KJA

Metode KJA, sarana yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

a. Wadah yang berupa unit keramba jaring apung yang dapat terbuat dari kayu atau bambu dilengkapi jangkar yang terbuat dari besi atau beton.

b. Wadah pemeliharaan yang terbuat dari waring.

c. Alat transportasi, seperti; perahu atau sampan.

d. Alat kerja, seperi; timbangan, palu dan gergaji.

e. Rumah jaga, dipergunakan untuk kegiatan pengamanan.

PEMILIHAN LOKASI

Kerang abalone hidup pada daerah karang berpasir disekitar pantai dan jarang bahkan tidak terdapat dimuara sungai. Hal ini yang akan menjadi pertimbangan utama dalam memilih lokasi budidaya kerang abalone. Oleh karena itu, tidak semua lokasi dapat dijadikan sebagai tempat budidaya kerang abalone. Selain factor lokasi, faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah faktor keamanan. Faktor keamanan merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan setiap kegiatan usaha yang dilakukan. Lokasi yang sangat ideal akan tetapi jika faktor keamanan tidak mendukung akan menimbulkan kerugian akibat dari pencurian dan hal ini akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar.

Berdasarkan pada metode budidaya, saat ini Loka Budidaya Laut-Lombok telah menerapkan dan mengembangkan 2 metode, yaitu; 1). Metode pen-culture (kurungan tancap) dan 2). Metode Keramba Jaring Apung (KJA). Pada kedua metode ini memiliki spesifikasi lokasi yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari persyaratan lokasi dari ke dua metode, yaitu:

a. Metode Pen-Culture.

Persyaratan lokasi untuk budidaya kerang abalone dengan metode pen-culture adalah sebagai berikut:

Daerah pantai dengan curah hujan rendah

Lokasi sebaiknya mempunyai curah hujan rendah sepanjang tahun, hal ini untuk menghindari fluktuasi parameter air laut terutama salinitas yang mencolok. Pada daerah curah hujan tinggi akan berdanpak sangat buruk pada saat air surut, yaitu air hujan akan tergenang pada lokasi pen-culture, akibatnya salinitas akan turun secara drastis. Apabila hal ini berlangsung cukup lama akan menimbulkan stress dan membahayakan kehidupan kerang abalone dan berujung pada kematian.

Daerah pantai yang jauh/tidak ada muara sungai.

Hal ini bertujuan untuk menghindari abrasi air tawar yang dapat mengakibatkan perubahan kualitas air, terutama salinitas serta partikel dan limbah yang terbawa oleh arus sungai. Keadaan sperti ini memberikan danpak yang buruk terhadap kehidupan kerang abalone. Oleh karena itu, daerah ini sebaiknya tidak dijadikan lokasi buddiaya kerang abalone.

Keadaan pantai yang landai/datar (tidak curam/terjal).

Kedaan pantai yang landai/datar akan memudahkan dalam membangun konstruksi pen-culture, demikian sebaliknya, pada daerah pantai yang terjal akan mengakibatkan sulitnya menempatkan konstruksi/wadah budidaya.

Dasar pantai pasir berkarang dan terdapat alga laut yang tumbuh (ex: padang lamun)

Pemilihan lokasi yang seperti ini untuk mendekatkan keadaan wadah budidaya dalam bentuk habitat asli kerang abalone. Selain itu, pada daerah berpasir suspensi atau partikel lumpur dalam badan air sangat sedikit sehingga kejernihan air tetap terjamin. Adanya alga yang tumbuh pada daerah tersebut akan menjadi tolak ukur untuk kesinambungan ketersediaan pakan serta kelangsungan hidup pakan yang akan diberikan seperti Gracilaria sp. Sebaliknya, pada daerah berlumpur akan terus terjadi kekeruhan akibat partikel tanah yang terbawa dalam badan air yang dapat menimbulkan endapan/sedimen yang pada akhirnya membahayakan kehidupan kerang abalone yaitu kerang abalone dapat tertimbun dalam endapan tersebut sehingga menyulitkan untuk memperoleh oksigen yang akhirnya tingkat mortalitas menjadi tinggi.

Ketinggian air saat surut terendah.

Pada saat surut terendah, sebaiknya lokasi tetap pada daerah yang tergenang air, jika lokasi terletak pada daerah pantai yang kering, maka bagian dalam pen-culture harus digali dengan kedalaman minimal 10-15cm dengan tujuan untuk mempertahankan genangan air saat surut terendah. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan suhu yang sangat mencolok dan menghindari kekeringan pada kerang abalone yang dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian.

Mudah dijangkau dan diawasi.

Lokasi harus mudah dijangkau (dekat dengan tempat tinggal), bertujuan untuk memudahkan pengawasan setiap saat, terutama kerusakan konstruksi atau hal lain yang dapat menimbulkan kerugian dan membahayakan kehidupan kerang abalone, seperti; adanya predator. Selain itu, dekatnya lokasi juga merupakan tindakan pengamanan yang tepat.

Gelombang/ombak pantai yang tidak terlalu besar

Daerah pantai yang dijadikan lokasi harus terlindung dari hempasan ombak yang cukup besar, bertujuan untuk menghindari kerusakan pada wadah/konstruksi pen-culture. Hal lain, lokasi yang memiliki ombak besar maka usia ekonomis sarana akan menjadi pendek serta akan menambah biaya dalam konstruksi yang harus dibuat kokoh serta perbaikan, tentunya hal ini akan memperkecil margin keuntungan dan bahkan dapat mengakibatkan kerugian.

Gambar 3. Lokasi pen-culture

b. Metode KJA

Pemilihan lokasi budidaya kerang abalone dengan metode KJA pada prinsipnya sama dengan pemilihan lokasi pada budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan sistim KJA. Oleh karena itu, budidaya kerang abalone dapat dilakukan secara bersama dengan ikan kerapu bebek dalam jaring yang berbeda ataupun terpisah. Adapun persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:

Faktor gangguan alam.

Gelombang dan Arus:

Gelombang yang besar akan mengakibatkan goncangan rakit yang cukup kuat, hal ini akan menyebakan rusaknya konstruksi rakit dan kesulitan dalam bekerja. Selain itu, kekuatan arus juga sangat menentukan. Arus erat kaitannya dengan sirkulasi air dalam wadah pemeliharaan/jaring. Arus yang kuat akan dapat mengakibatkan terlilitnya wadah/jaring. Oleh karena itu, besar gelombang sebaiknya <>

Bukan daerah up-welling:

Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme yang dipelihara, dimana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan yang dapat menimbulkan kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari.

Pencemaran:

Kerang abalone merupakan hewan yang bergerak sangat lambat sehingga jika terjadi pencemaran baik pencemaran industri, tambak maupun dari limbah masyarakat setempat akan sulit untuk menghindar, akibatnya akan mengalami kematian secara massal.

Kedalaman perairan:

Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan. Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3m dari dasar waring/jaring.

Faktor kualitas air.

Tabel 1. Parameter kualita air untuk budidaya kerang abalone (H. asinina).

No

Parameter

Satuan

Nilai rata-rata

1.

Salinitas

ppt

30-33

2.

Suhu

°C

29,5-30

3.

DO

mg/l

5,9-6,11

4.

pH

8,2-8,9

5.

Amonia

ppm

<>

6

Kecerahan

m

>10

Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005

Faktor kualitas air bukan merupakan suatu kendala jika daerah tersebut merupakan daerah budidaya ikan kerapu. Lain halnya pada lokasi yang baru, perlu dilakukan suatu pendekatan dengan cara pengukuran parameter kualitas air serta tindakan uji coba yang bersifat sederhana jika tidak memiliki alat pengukur kualitas air yaitu dengan cara memelihara beberapa ekor kerang abalone pada daerah tersebut, minimal sekitar 2-4 minggu (sekitar 1 bulan), dan parameter yang diamati adalah dapat bertahan hidup dan mampu memakan pakan yang diberikan. Ini yang akan dijadikan sebagai tolak ukur bahwa lokasi tersebut telah mampu mendukung budidaya kerang abalone.

DESAIN DAN KONSTRUKSI

Desain dan konstruksi harus di desain sedemikian rupa hingga membentuk suatu konstruksi yang layak untuk budidaya kerang abalone. Hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan konstruksi, daya tahan dan biaya konstruksi. Kita bisa saja membuat suatu konstruksi yang sangat kokoh dengan menggunakan bahan yang kuat, seperti besi anti karat (staenless), akan tetapi biaya yang dikeluarkan mesti tidak sedikit. Bagi para pengusaha yang mempunyai modal yang besar, hal itu bukan suatu masalah akan tetapi bagi masyarakat yang berpenghasilan cukup tentu hal ini akan menjadi suatu masalah.

Loka Budidaya Laut-Lombok dalam hal ini telah mendesain suatu konstruksi wadah budidaya kerang abalone dengan biaya yang relative terjangkau oleh masyarakat. Desain konstruksi yang telah dibuat adalah sebagai berikut:

a. Konstruksi Pen-Culture

Pen-culture berbentuk empat persegi panjang berukuran (PxLxT) 10x2x0,5meter yang di desain dari kayu. Untuk membuat 1 unit pen-culture membutuhkan bahan-bahan sebagai berikut:

Kayu balok ukuran 8cm x 12cm x 4m = 3 batang

Kayu reng ukuran 3cm x 4cm x 4m = 30 batang

Papan uk. 3cm x 20cm x 4m = 6 lembar

Kayu balok 4cm x 6cm x 4m = 4 batang

Waring hitam (mess size 5mm) = 1 roll

Tali 4mm = 0,5 roll

Paving blok = 500 unit

Genteng = 250 unit

Semen = 2 sak

Paku 7cm dan 10cm = 2 kg dan 0.5 kg

Gambar 4. Desain dan konstruksi pen-culture

Konstruksi pen-culture yang telah terbentuk dan ditempatkan pada lokasi yang telah ditentukan, paving blok dan genteng dapat diatur dan ditata secara berderet dalam pen-culture. Pemberian paving blok dan genteng ini bertujuan sebagai substrak menempel dan bersembunyi kerang abalone pada terang hari dan menciptakan suasana habitat aslinya.

Genteng disusun secara berbaris dengan kemiringan 450 searah dengan arah gelombang (tidak menghadap gelombang), sedangkan paving blok dipergunakan sebagai penyangga sekaligus pengapit antara genteng sehingga tidak mudah terbongkar akibat hempasan gelombang dan akan membentuk rongga atau jarak antara genteng yang dapat menjadi tempat persembunyian kerang abalone.

Gambar 5. Jenis Substrak (kiri) dara penyusunan substrak (kanan).

Selain menyelesaikan konstruksi pen-culture, langkah selanjutnya adalah penumbuhan makanan dalam pen-culture, salah satunya adalah Gracilaria sp. Hal ini dimaksudkan sebagai sumber makanan awal saat benih mulai ditebar. Penumbuhan/penanaman rumput laut jenis Gracilaria sp dilakukan dengan cara menyelipkan diantara selah-selah jajaran genteng untuk menghindari hanyutnya akibat adanya aliran air maupun ombak. Lama waktu penumbuhan hingga mulai penabaran benih sebaiknya 14 hari (2 minggu), dengan maksud bahwa dalam kurung waktu 14 hari Gracilaria sp diharapkan telah mampu melekat pada genteng/substrak.

Gambar 6. Penumbuhan pakan

a. Konstruksi KJA

Metode budidaya dengan KJA berbeda dengan metode pen-culture. Pada metode KJA lebih identik pada lokasi perairan dalam yang terlindungi, dalam arti bukan laut lepas dan jalur pelayaran. Desain dan konstruksi KJA pada umumnya sama, akan tetapi sering kali dibuat ukuran yang berbeda. Hal ini tentu tergantug pada kemanpuan dalam membuatnya.

Bahan-bahan untuk rangka rakit serta pelampung yang dipergunakan juga berbeda-beda, namun pada prinsipnya sama yaitu untuk memelihara biota hingga dapat memperoleh hasil yang memadai. Seperti, penggunaan rangka rakit dari bambu ataupun kayu. Hal yang terpenting dalam memilih bahan konstruksi rakit adalah kekuatan, daya tahan terhadap air (tidak mudah lapuk) dan harga beli yang terjangkau. Begitu pula dengan penggunaan pelampung, seperti drum besi yang dicat anti karat, drum palstik ataupun dari bahan strofoam yang terbungkus, namun pada prinsipnya hanya untuk mengapungkan keramba. Dalam memilih dan menentukan jumlah pelampung harus memperhitungkan daya apung atau kemanpuan menahan beban dan berat beban yang dibawa sehingga tidak mudah tenggelam.

Loka Budidaya Laut-Lombok sebagai salah satu pusat pengembangan budidaya laut telah mendesain suatu unit keramba jaring apung yang dapat dijadikan suatu petunjuk dalam menkonstruksi menjadi suatu unit keramba yang tahan terhadap gelombang. Bahan-bahan yang diperlukan untuk medesain 1 unit keramba adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan konstruksi 1 unit rakit ukuran 8x8meter (4 lubang ukuran 3x3meter/lubang)

No

Item

Jumlah

Keterangan

1

Kayu ukuran 8cm x 12cm x 4m

24

batang

sebagai rangka rakit

2

Kayu ukuran 6cm x 12cm x 4m

6

batang

penguat/pengapit rangka

3

Kayu ukuran 4cm x 5cm x 4m

19

batang

sebagai rangka peneduh

4

Papan ukuran 3cm x 20cm x 4m

24

lembar

sebagai papan pijakan

5

Pelampung strofoam diameter 80cm

12

buah

untuk mengapungkan rakit

6

Orchdinet/paranet

1

roll

sebagai atap

7

Baut 19 untuk penguat rangka:





* Panjang 15cm

24

buah

sebagai penyambung kayu


* Panjang 20cm

24

buah

sebagai penguat sambungan kayu


* Panjang 25cm

36

buah

untuk pembentukan rangka rakit

8

Tali PE 7mm

1

roll

sebagai pengikat pelampung

9

Tali PE 4mm

2

roll

sebagai penahan/rangka atap

10

Tali jahit PE

0.5

kg

sebagai tali jahit orchid net

Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, 2004

Bahan-bahan ini akan dirangkai menjadi satu hingga membentuk suatu rakit yang utuh. Proses pembuatan rakit sebaiknya dilakukan didarat dan dekat dengan lokasi yang telah dipilih sebagai lokasi budidaya, dengan tujuan memudahkan proses pengerjaannya dan mempercepat proses penyelesaiannya serta penempatan dilokasi budidaya. Metode perangkaiannya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <![endif]–><!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]–>

<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <![endif]–><!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]–>

Gambar 7. Konstruksi Kermba Jaring Apung (KJA).

Rakit yang telah jadi dan siap sebaiknya segera ditempatkan pada lokasi yang telah dipilih. Langkah awal penempatan rakit yaitu penempatan sebagian jangkar terlebih dahulu dan setelah rakit sampai dilokasi budidaya, jangkar lainnya dapat ditempatkan pada posisi yang telah ditentukan. Penempatan sebagian jangkar terlebih dahulu bertujuan sebagai titik awal posisi keramba sedangkan jangkar lainnya sebagai pengatur arah keramba. Keramba yang akan dipasang jika lebih dari 1 unit, posisi atau arah keramba sebaiknya berlawanan dengan arah gelombang, bertujuan untuk menghindari luas permukaan hempasan. Lain halnya dengan pemasangan 1 unit keramba pada suatu lokasi, pertimbangan ini tidak perlu untuk dilakukan. penempatan posisi untuk beberapa unit keramba dapat dilihat pada gambar berikut ini:

<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <![endif]–><!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]–>

Gambar 8. Posisi keramba terhada arah gelombang, angin dan arus

Selanjutnya, kegiatan budidaya kerang abalone dapat dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan budidaya kerang abalone dengan metode KJA dapat dibedakan dalam 2 cara/metode, yaitu metode integrated dan metode monoculture.

Sumber: Juknis Abalone BBL Lombok.

Posted in PEMILIHAN LOKASI DAN KONSTRUKSI RAKIT | Leave a Comment »

MARI KITA BERINVESTASI DALAM USAHA PENDEDERAN TIRAM MUTIARA

Posted by mustika lautan pada September 13, 2008

Salah satu alternatif investasi yang sangat menjanjikan pada sector perikanan. Adalah usaha pendederan spat tiram mutiara, mengingat pada saat kondisi ekonomi belum stabil seperti sekarang, banyak usaha yang kesulitan untuk menghasilkan keuntungan. Banyaknya pilihan usaha yang “menguntungkan”, tetapi kita perlu mengkritisi, apakah modal yang digunakan untuk usaha tersebut memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari tingkat bunga deposito. Untuk itu perlu suatu kalkulasi ulang terhadap bisnis Anda – tentunya termasuk usaha pendederan tiram mutiara – jika ternyata tingkat pengembalian modalnya bisa dipertanggung jawabkan dengan mengacu pada suku bunga bank marilah kita bergabung untuk berinvestasi didalamnya. Salah satu alat kalkulasi keuangan suatu usaha yang mampu menunjukkan tingkat imbalan terhadap penggunaan seluruh modal adalah analisis penampilan usaha. Untuk itu, perlu kita lihat, bagaimana sebenarnya penampilan usaha pendederan tiram mutiara – tentu dengan keadaan untung ruginya.

Pendederan tiram mutiara kebanyakan dilakukan dengan sistem long line dan rakit apung, dimana poket yang berisi benih tiram mutiara digantung pada long line dan rakit tersebut. Untuk mendapatkan tiram ukuran panen, 7 – 9 cm, dibutuhkan 1 siklus produksi dengan durasi waktu 1 tahun. Usaha skala menengah membutuhkan 10 unit long line dan 1 unit rakit apung dengan kapasitas produksi 36.000 ekor/ tahun dan kebutuhan investasi awal sebagai berikut:

No

Uraian

Vol

Satuan

(Rp./ Sat)

Nilai/ Sat.

(Rp.)

1

Ponton

1

Unit

5,000,000

2

Speed boat 40 PK

1

Unit

50,000,000

3

Pocket

1,000

Buah

20,000

4

Long line

10

Unit

7,500,000

5

Waring

1,000

Buah

5,000

6

Bak fiber

1

Buah

500,000

7

Mesin semprot bertekanan

1

Unit

2,000,000

8

Pompa air portable 2″

1

Unit

2,500,000

9

Keranjang plastik

6

Buah

25,000

10

Rakit apung

1

Unit

7,000,000

11

Pisau

50

Buah

5,000

12

Jarum karung

10

Buah

1,000

13

Tali jarit 1 mm

10

Kg

3,000

Jumlah

167,440,000


Baik ponton, speed boat, maupun peralatan lainnya yang digunakan tentu perlu dirawat secara teratur sehingga selalu dapat digunakan dengan baik. Untuk itu setiap bulannya dianggarkan Rp. 1.395.000, 00 sebagai biaya pemeliharaan

Dalam menjalankan usaha pendederan, pemilik biasa mempekerjakan 2 orang teknisi dengan gaji perorang Rp. 850.000,00/ bulan dan dibantu oleh 2 orang operator dengan gaji Rp. 500.000,00 / bulan. Selain itu, dalam pelaksanaan pekerjaan seringkali diperlukan tenaga kerja harian sebanyak 2 orang, terutama untuk membantu memasang long line, membersihkan tiram, membersihkan waring, dan beberapa kegiatan lainnya. Tenaga harian ini mendapat honor Rp. 15.000,00 / orang/ hari.

Bahan utama untuk usaha pendederan adalah spat kolektor. Untuk usaha skala menengah membutuhkan 500 lembar kolektor dengan harga satuan Rp.100.000,00. Selanjutnya, biaya operasional – untuk bahan bakar speed boat dan oli – rata – rata menghabiskan Rp. 340.000,00/ bulan

Pengeluaran lain biasanya merupakan biaya untuk konsumsi karyawan sebesar Rp. 150.00,00 / bulan dan cadangan pengeluaran tidak terduga yang diasumsikan Rp. 1.200.000/ bulan.

Pendapatan dari usaha pendederan merupakan hasil penjualan tiram ukuran 8 cm. Dengan tingkat kelulus hidupan 10 % dan harga /cm Rp. 2000,00 maka diperoleh pendapatan kotor Rp. 240.000.000,00. Dari hasil yang diterima ini, 10 % merupakan kewajiban untuk membayar pajak penghasilan dan 10 % merupakan bonus bagi karyawan.

Data – data keuangan di atas kemudian dianalisis dengan analisis performance (penampilan usaha) pada tingkat bunga 12/ tahun dengan hasil sebagai berikut:

No

Uraian

Nilai

1

Biaya:



Kebutuhan modal (Rp.)

282,740,000


Biaya tetap/ tahun (Rp.)

89,859,000


Biaya variabel/ tahun (Rp.)

82,900,000


Bunga kredit (Rp)

51,174,409

2

Penampilan usaha:



Pendapatan kotor (Rp)

240,000,000


Imbalan penggunaan modal (%)

23.78


Profit (Rp)

16,066,591

Demikian gambaran penampilan usaha pendederan tiram mutiara ditinjau dari sisi keuangan. Disamping ini masih banyak aspek yang harus diperhatikan apabila ingin berinvestasi di dalamnya. Semua keputusan dan segala resikonya tetap milik Anda. Selamat mencoba!

Posted in Mutiara | Leave a Comment »

PEMELIHARAAN KERANG ABALONE (Haliotis asinina) DENGAN METODE PEN-CULTURE (Kurungan Tancap) DAN KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Posted by mustika lautan pada September 5, 2008

Pemanfaatan sumber daya laut tidak hanya dilakukan melalui penangkapan, tetapi juga perlu dikembangkan usaha budidaya, salah satunya adalah budidaya laut. Saat ini pengembangan budidaya laut lebih banyak mengarah kepada ikan-ikan ekonomis tinggi dan tiram mutiara, sementara diperairan Indonesia masih banyak biota-biota laut yang masih bisa dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi, salah satunya adalah kerang abalone (H. asinina). Pengembangan usaha budidaya kerang abalone dimasa datang mempunyai prospek cukup cerah, mengingat beberapa keunggulan yang dimilikinya baik dari teknik budidaya sampai dengan pemasaran.

Daging abalon mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%; lemak 3,20%; serat 5,60%, abu 11,11%; dan kadar air 0,60% serta cangkangnya mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya. Produksi kerang abalone saat ini lebih banyak diperoleh dari tangkapan di alam, dan ini akan menimbulkan kekwatiran akan terjadinya kelangkaan yang berakhir pada kepunahan.

Oleh karena itu, Loka Budidaya Laut-Lombok sebagai salah satu pengerak dalam pengembangan budidaya laut mengembangkan metode budidaya kerang abalone dengan 2 metode yaitu KJA dan Pen-Culture (kurungan tancap) yang dapat memberikan jalan keluar untuk mengurangi ketergantungan produksi pada usaha penangkapan dan meningkatkan produksi secara kontinyu.

BIOLOGI KERANG ABALONE

KLasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi abalone adalah sebagai berikut :

Class : Gastropoda

Sub Class : Orthogastropoda

Ordo : Vetigastropoda

Super Family : Pleurotomarioidea

Family : Haliotidae

Genus : Haliotis

Species : Haliotis asinina

Kerang abalone memiliki satu cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dalam jumlah yang sesuai dengan ukuran abalone, semakin besar ukuran kerang abalone maka semakin banyak lubang yang terdapat pada cangkang. Lubang-lubang tersebut tertata rapi mulai dari ujung depan hingga belakang cangkang. Kerang abalone juga mempunyai mulut dan sungut yang terletak di bawah cangkang serta sepasang mata.

Gambar 1. Alat pencernaan kerang abalone.

Bagian-bagian lain dari kerang abalone dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Bagian-bagian tubuh kerang abalone.

Habitat dan Tingkah Laku

Kerang Abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Kerang abalone bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya.

Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan, kehidupan kerang abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum, spesies kerang abalone mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; H. kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan H. asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C). Parameter kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32ppt, H2S dan NH3 kurang dari 1ppm serta oksigen terlarut lebih dari 3ppm.

Penyebaran kerang abalone sangat terbatas. Tidak semua pantai yang berkarang terdapat kerang abalone. Secara umum, kerang abalone tidak ditemukan di daerah estuaria yaitu pertemuan air laut dan tawar yang biasa terjadi di muara sungai. Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas yang sering terjadi, tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan juga karena konsentrasi oksigen yang rendah.

Makanan dan Kebiasaan Makan

Kerang abalone merpakan hewan herbivore, yaitu hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya adalah seaweed yang biasa disebut makro alga. Jenis seaweed/makro alga yang tumbuh dilaut sangat beraneka ragam. Secara garis besar ada 3 golongan seaweed/makro alga yang hidup di laut, yaitu; 1) makro alga merah (Red seaweeds), 2) alga coklat (Brown seaweeds), dan 3) alga hijau (Green seaweed). Ketiga golongan tersebut terbagi atas beberapa jenis dan beraneka ragam. Keragaman tersebut tidak semuanya dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanannya. Berikut ini spesies/jenis seaweed yang dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanannya, yaitu:

a. Makro alga merah, yaitu:

Corallina

Lithothamnium

Gracilaria

Jeanerettia

Porphyra

b. Makro alga coklat:

Ecklonia

Laminaria

Macrocystis

Nereocystis

Undaria

Sargasum

c. Makro alga hijau, seperti Ulva

SARANA BUDIDAYA

Sarana Pada Metode Pen-Culture

Sarana yang dibutuhkan untuk budidaya kerang abalone pada metode ini adalah sebagai berikut:

  1. Wadah yaitu pen-culture atau kurungan tancap.
  2. Substrak yang terbuat dari paving blok dan genteng.
  3. Alat kerja, seperti; timbangan, keranjang/waskom, pacul, linggis dan palu.

Sarana ini akan dipergunakan dalam proses pembuatan dan peletakan wadah serta saat proses pemeliharaan berlangsung.

Sarana Pada Metode KJA

Metode KJA, sarana yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

a. Wadah yang berupa unit keramba jaring apung yang dapat terbuat dari kayu atau bambu dilengkapi jangkar yang terbuat dari besi atau beton.

b. Wadah pemeliharaan yang terbuat dari waring.

c. Alat transportasi, seperti; perahu atau sampan.

d. Alat kerja, seperi; timbangan, palu dan gergaji.

e. Rumah jaga, dipergunakan untuk kegiatan pengamanan.

PEMILIHAN LOKASI

Kerang abalone hidup pada daerah karang berpasir disekitar pantai dan jarang bahkan tidak terdapat dimuara sungai. Hal ini yang akan menjadi pertimbangan utama dalam memilih lokasi budidaya kerang abalone. Oleh karena itu, tidak semua lokasi dapat dijadikan sebagai tempat budidaya kerang abalone. Selain factor lokasi, faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah faktor keamanan. Faktor keamanan merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan setiap kegiatan usaha yang dilakukan. Lokasi yang sangat ideal akan tetapi jika faktor keamanan tidak mendukung akan menimbulkan kerugian akibat dari pencurian dan hal ini akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar.

Berdasarkan pada metode budidaya, saat ini Loka Budidaya Laut-Lombok telah menerapkan dan mengembangkan 2 metode, yaitu; 1). Metode pen-culture (kurungan tancap) dan 2). Metode Keramba Jaring Apung (KJA). Pada kedua metode ini memiliki spesifikasi lokasi yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari persyaratan lokasi dari ke dua metode, yaitu:

a. Metode Pen-Culture.

Persyaratan lokasi untuk budidaya kerang abalone dengan metode pen-culture adalah sebagai berikut:

Daerah pantai dengan curah hujan rendah

Lokasi sebaiknya mempunyai curah hujan rendah sepanjang tahun, hal ini untuk menghindari fluktuasi parameter air laut terutama salinitas yang mencolok. Pada daerah curah hujan tinggi akan berdanpak sangat buruk pada saat air surut, yaitu air hujan akan tergenang pada lokasi pen-culture, akibatnya salinitas akan turun secara drastis. Apabila hal ini berlangsung cukup lama akan menimbulkan stress dan membahayakan kehidupan kerang abalone dan berujung pada kematian.

Daerah pantai yang jauh/tidak ada muara sungai.

Hal ini bertujuan untuk menghindari abrasi air tawar yang dapat mengakibatkan perubahan kualitas air, terutama salinitas serta partikel dan limbah yang terbawa oleh arus sungai. Keadaan sperti ini memberikan danpak yang buruk terhadap kehidupan kerang abalone. Oleh karena itu, daerah ini sebaiknya tidak dijadikan lokasi buddiaya kerang abalone.

Keadaan pantai yang landai/datar (tidak curam/terjal).

Kedaan pantai yang landai/datar akan memudahkan dalam membangun konstruksi pen-culture, demikian sebaliknya, pada daerah pantai yang terjal akan mengakibatkan sulitnya menempatkan konstruksi/wadah budidaya.

Dasar pantai pasir berkarang dan terdapat alga laut yang tumbuh (ex: padang lamun)

Pemilihan lokasi yang seperti ini untuk mendekatkan keadaan wadah budidaya dalam bentuk habitat asli kerang abalone. Selain itu, pada daerah berpasir suspensi atau partikel lumpur dalam badan air sangat sedikit sehingga kejernihan air tetap terjamin. Adanya alga yang tumbuh pada daerah tersebut akan menjadi tolak ukur untuk kesinambungan ketersediaan pakan serta kelangsungan hidup pakan yang akan diberikan seperti Gracilaria sp. Sebaliknya, pada daerah berlumpur akan terus terjadi kekeruhan akibat partikel tanah yang terbawa dalam badan air yang dapat menimbulkan endapan/sedimen yang pada akhirnya membahayakan kehidupan kerang abalone yaitu kerang abalone dapat tertimbun dalam endapan tersebut sehingga menyulitkan untuk memperoleh oksigen yang akhirnya tingkat mortalitas menjadi tinggi.

Ketinggian air saat surut terendah.

Pada saat surut terendah, sebaiknya lokasi tetap pada daerah yang tergenang air, jika lokasi terletak pada daerah pantai yang kering, maka bagian dalam pen-culture harus digali dengan kedalaman minimal 10-15cm dengan tujuan untuk mempertahankan genangan air saat surut terendah. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan suhu yang sangat mencolok dan menghindari kekeringan pada kerang abalone yang dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian.

Mudah dijangkau dan diawasi.

Lokasi harus mudah dijangkau (dekat dengan tempat tinggal), bertujuan untuk memudahkan pengawasan setiap saat, terutama kerusakan konstruksi atau hal lain yang dapat menimbulkan kerugian dan membahayakan kehidupan kerang abalone, seperti; adanya predator. Selain itu, dekatnya lokasi juga merupakan tindakan pengamanan yang tepat.

Gelombang/ombak pantai yang tidak terlalu besar

Daerah pantai yang dijadikan lokasi harus terlindung dari hempasan ombak yang cukup besar, bertujuan untuk menghindari kerusakan pada wadah/konstruksi pen-culture. Hal lain, lokasi yang memiliki ombak besar maka usia ekonomis sarana akan menjadi pendek serta akan menambah biaya dalam konstruksi yang harus dibuat kokoh serta perbaikan, tentunya hal ini akan memperkecil margin keuntungan dan bahkan dapat mengakibatkan kerugian.

Gambar 3. Lokasi pen-culture

b. Metode KJA

Pemilihan lokasi budidaya kerang abalone dengan metode KJA pada prinsipnya sama dengan pemilihan lokasi pada budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan sistim KJA. Oleh karena itu, budidaya kerang abalone dapat dilakukan secara bersama dengan ikan kerapu bebek dalam jaring yang berbeda ataupun terpisah. Adapun persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:

Faktor gangguan alam.

Gelombang dan Arus:

Gelombang yang besar akan mengakibatkan goncangan rakit yang cukup kuat, hal ini akan menyebakan rusaknya konstruksi rakit dan kesulitan dalam bekerja. Selain itu, kekuatan arus juga sangat menentukan. Arus erat kaitannya dengan sirkulasi air dalam wadah pemeliharaan/jaring. Arus yang kuat akan dapat mengakibatkan terlilitnya wadah/jaring. Oleh karena itu, besar gelombang sebaiknya

Bukan daerah up-welling:

Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme yang dipelihara, dimana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan yang dapat menimbulkan kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari.

Pencemaran:

Kerang abalone merupakan hewan yang bergerak sangat lambat sehingga jika terjadi pencemaran baik pencemaran industri, tambak maupun dari limbah masyarakat setempat akan sulit untuk menghindar, akibatnya akan mengalami kematian secara massal.

Kedalaman perairan:

Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan. Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3m dari dasar waring/jaring.

Faktor kualitas air.

Tabel 1. Parameter kualita air untuk budidaya kerang abalone (H. asinina).

No

Parameter

Satuan

Nilai rata-rata

1.

Salinitas

ppt

30-33

2.

Suhu

°C

29,5-30

3.

DO

mg/l

5,9-6,11

4.

pH

8,2-8,9

5.

Amonia

ppm

6

Kecerahan

m

>10

Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005

Faktor kualitas air bukan merupakan suatu kendala jika daerah tersebut merupakan daerah budidaya ikan kerapu. Lain halnya pada lokasi yang baru, perlu dilakukan suatu pendekatan dengan cara pengukuran parameter kualitas air serta tindakan uji coba yang bersifat sederhana jika tidak memiliki alat pengukur kualitas air yaitu dengan cara memelihara beberapa ekor kerang abalone pada daerah tersebut, minimal sekitar 2-4 minggu (sekitar 1 bulan), dan parameter yang diamati adalah dapat bertahan hidup dan mampu memakan pakan yang diberikan. Ini yang akan dijadikan sebagai tolak ukur bahwa lokasi tersebut telah mampu mendukung budidaya kerang abalone.

DESAIN DAN KONSTRUKSI

Desain dan konstruksi harus di desain sedemikian rupa hingga membentuk suatu konstruksi yang layak untuk budidaya kerang abalone. Hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan konstruksi, daya tahan dan biaya konstruksi. Kita bisa saja membuat suatu konstruksi yang sangat kokoh dengan menggunakan bahan yang kuat, seperti besi anti karat (staenless), akan tetapi biaya yang dikeluarkan mesti tidak sedikit. Bagi para pengusaha yang mempunyai modal yang besar, hal itu bukan suatu masalah akan tetapi bagi masyarakat yang berpenghasilan cukup tentu hal ini akan menjadi suatu masalah.

Loka Budidaya Laut-Lombok dalam hal ini telah mendesain suatu konstruksi wadah budidaya kerang abalone dengan biaya yang relative terjangkau oleh masyarakat. Desain konstruksi yang telah dibuat adalah sebagai berikut:

a. Konstruksi Pen-Culture

Pen-culture berbentuk empat persegi panjang berukuran (PxLxT) 10x2x0,5meter yang di desain dari kayu. Untuk membuat 1 unit pen-culture membutuhkan bahan-bahan sebagai berikut:

Kayu balok ukuran 8cm x 12cm x 4m = 3 batang

Kayu reng ukuran 3cm x 4cm x 4m = 30 batang

Papan uk. 3cm x 20cm x 4m = 6 lembar

Kayu balok 4cm x 6cm x 4m = 4 batang

Waring hitam (mess size 5mm) = 1 roll

Tali 4mm = 0,5 roll

Paving blok = 500 unit

Genteng = 250 unit

Semen = 2 sak

Paku 7cm dan 10cm = 2 kg dan 0.5 kg

Gambar 4. Desain dan konstruksi pen-culture

Konstruksi pen-culture yang telah terbentuk dan ditempatkan pada lokasi yang telah ditentukan, paving blok dan genteng dapat diatur dan ditata secara berderet dalam pen-culture. Pemberian paving blok dan genteng ini bertujuan sebagai substrak menempel dan bersembunyi kerang abalone pada terang hari dan menciptakan suasana habitat aslinya.

Genteng disusun secara berbaris dengan kemiringan 450 searah dengan arah gelombang (tidak menghadap gelombang), sedangkan paving blok dipergunakan sebagai penyangga sekaligus pengapit antara genteng sehingga tidak mudah terbongkar akibat hempasan gelombang dan akan membentuk rongga atau jarak antara genteng yang dapat menjadi tempat persembunyian kerang abalone.

Gambar 5. Jenis Substrak (kiri) dara penyusunan substrak (kanan).

Selain menyelesaikan konstruksi pen-culture, langkah selanjutnya adalah penumbuhan makanan dalam pen-culture, salah satunya adalah Gracilaria sp. Hal ini dimaksudkan sebagai sumber makanan awal saat benih mulai ditebar. Penumbuhan/penanaman rumput laut jenis Gracilaria sp dilakukan dengan cara menyelipkan diantara selah-selah jajaran genteng untuk menghindari hanyutnya akibat adanya aliran air maupun ombak. Lama waktu penumbuhan hingga mulai penabaran benih sebaiknya 14 hari (2 minggu), dengan maksud bahwa dalam kurung waktu 14 hari Gracilaria sp diharapkan telah mampu melekat pada genteng/substrak.

Gambar 6. Penumbuhan pakan

a. Konstruksi KJA

Metode budidaya dengan KJA berbeda dengan metode pen-culture. Pada metode KJA lebih identik pada lokasi perairan dalam yang terlindungi, dalam arti bukan laut lepas dan jalur pelayaran. Desain dan konstruksi KJA pada umumnya sama, akan tetapi sering kali dibuat ukuran yang berbeda. Hal ini tentu tergantug pada kemanpuan dalam membuatnya.

Bahan-bahan untuk rangka rakit serta pelampung yang dipergunakan juga berbeda-beda, namun pada prinsipnya sama yaitu untuk memelihara biota hingga dapat memperoleh hasil yang memadai. Seperti, penggunaan rangka rakit dari bambu ataupun kayu. Hal yang terpenting dalam memilih bahan konstruksi rakit adalah kekuatan, daya tahan terhadap air (tidak mudah lapuk) dan harga beli yang terjangkau. Begitu pula dengan penggunaan pelampung, seperti drum besi yang dicat anti karat, drum palstik ataupun dari bahan strofoam yang terbungkus, namun pada prinsipnya hanya untuk mengapungkan keramba. Dalam memilih dan menentukan jumlah pelampung harus memperhitungkan daya apung atau kemanpuan menahan beban dan berat beban yang dibawa sehingga tidak mudah tenggelam.

Loka Budidaya Laut-Lombok sebagai salah satu pusat pengembangan budidaya laut telah mendesain suatu unit keramba jaring apung yang dapat dijadikan suatu petunjuk dalam menkonstruksi menjadi suatu unit keramba yang tahan terhadap gelombang. Bahan-bahan yang diperlukan untuk medesain 1 unit keramba adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan konstruksi 1 unit rakit ukuran 8x8meter (4 lubang ukuran 3x3meter/lubang)

No

Item

Jumlah

Keterangan

1

Kayu ukuran 8cm x 12cm x 4m

24

batang

sebagai rangka rakit

2

Kayu ukuran 6cm x 12cm x 4m

6

batang

penguat/pengapit rangka

3

Kayu ukuran 4cm x 5cm x 4m

19

batang

sebagai rangka peneduh

4

Papan ukuran 3cm x 20cm x 4m

24

lembar

sebagai papan pijakan

5

Pelampung strofoam diameter 80cm

12

buah

untuk mengapungkan rakit

6

Orchdinet/paranet

1

roll

sebagai atap

7

Baut 19 untuk penguat rangka:





* Panjang 15cm

24

buah

sebagai penyambung kayu


* Panjang 20cm

24

buah

sebagai penguat sambungan kayu


* Panjang 25cm

36

buah

untuk pembentukan rangka rakit

8

Tali PE 7mm

1

roll

sebagai pengikat pelampung

9

Tali PE 4mm

2

roll

sebagai penahan/rangka atap

10

Tali jahit PE

0.5

kg

sebagai tali jahit orchid net

Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, 2004

Bahan-bahan ini akan dirangkai menjadi satu hingga membentuk suatu rakit yang utuh. Proses pembuatan rakit sebaiknya dilakukan didarat dan dekat dengan lokasi yang telah dipilih sebagai lokasi budidaya, dengan tujuan memudahkan proses pengerjaannya dan mempercepat proses penyelesaiannya serta penempatan dilokasi budidaya. Metode perangkaiannya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 7. Konstruksi Kermba Jaring Apung (KJA).

Rakit yang telah jadi dan siap sebaiknya segera ditempatkan pada lokasi yang telah dipilih. Langkah awal penempatan rakit yaitu penempatan sebagian jangkar terlebih dahulu dan setelah rakit sampai dilokasi budidaya, jangkar lainnya dapat ditempatkan pada posisi yang telah ditentukan. Penempatan sebagian jangkar terlebih dahulu bertujuan sebagai titik awal posisi keramba sedangkan jangkar lainnya sebagai pengatur arah keramba. Keramba yang akan dipasang jika lebih dari 1 unit, posisi atau arah keramba sebaiknya berlawanan dengan arah gelombang, bertujuan untuk menghindari luas permukaan hempasan. Lain halnya dengan pemasangan 1 unit keramba pada suatu lokasi, pertimbangan ini tidak perlu untuk dilakukan. penempatan posisi untuk beberapa unit keramba dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 8. Posisi keramba terhada arah gelombang, angin dan arus

Selanjutnya, kegiatan budidaya kerang abalone dapat dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan budidaya kerang abalone dengan metode KJA dapat dibedakan dalam 2 cara/metode, yaitu metode integrated dan metode monoculture.

Sumber: Juknis Abalone BBL Lombok.

Posted in Abalones | 5 Comments »