SAMUDRA

MARI MAJUKAN MASYARAKAT ENTASKAN DARI KEMISKINAN SEMAMPU KITA

Archive for the ‘Uncategorized’ Category

PETUNJUK TEKNIS PEMBENIHAN ABALONE (haliotis asinina)

Posted by mustika lautan pada Juli 17, 2008

PENDAHULUAN

Abalone (Haliotis sp.), merupakan komoditas yang belum banyak dibudidayakan. Selama ini untuk memenuhi permintaan pasar, hanya mengandalkan kegiatan penangkapan yang sangat beresiko terhadap kelestariannya, karena tidak memperhitungkan ukuran dan kuota penangkapan.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan, Loka Budidaya Laut Lombok mengemban amanah untuk menyebarluaskan hasil-hasil perekayasaan, termasuk perekayasaan pemijahan dan pembesaran Abalone. Dan sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat, tim pembenihan abalone Balai Budidaya Laut Lombok membuat prosedur kerja teknik pembenihan abalone.

PROSEDUR KERJA
A. Persiapan Laboratorium
Persiapan laboratorium dilakukan untuk mempersiapkan laboratorium /hatchery abalone sehingga memudahkan pada saat akan dilakukannya kegiatan. Persiapan yang telah dilakukan antara lain adalah:
1. Pengaturan ruangan; Beberapa ruangan yang ada di dalam laboratorium akan diatur menurut fungsinya masing-masing yaitu ruang gudang, ruang staf, ruang pemeliharaan induk dan larva, ruang pemijahan dan ruang kultur diatom.
2. Setting sistem aerasi; Perbaikan dan pemasangan instalasi airasi yang diharapkan akan mensuplai udara secara proporsional kedalam wadah-wadah yang digunakan untuk kegiatan manajemen induk, pemijahan dan pemeliharaan larva.
3. Persiapan wadah; Wadah-wadah yang dipersiapkan antara lain adalah: bak tandon air laut, bak beton vol 2 ton untuk pemeliharaan induk, akuarium volume 200 liter (2 buah) yang digunakan sebagai wadah kultur Isochrysis, dan Nitzchia sp. akuarium vol 100 untuk pemijahan dan pemeliharaan larva.

B. Pemeliharaan Induk abalone

1. Persiapan wadah
Sebelum melakukan pemeliharaan induk, terlebih dahulu mempersiapkan wadah yang berupa bak beton kapasitas dua ton (2x1x1) m3 antara lain: Volume air yang digunakan air air sebanyak 1 ton sehingga ketinggian air / media pemeliharaan induk adalah 50 cm, pemasangan shelter / tempat berlindung induk, pemasangan sistem airasi yang kuat dan merata, pemasangan sistem sirkulasi air 24 jam (minimal penggatian air 100% / hari).

2. Seleksi Calon Induk di Lokasi Penangkapan
Induk yang dipelihara berasal dari hasil tangkapan yang dilakukan oleh masyarakat. Untuk memilih induk hasil tangkapan ini, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
– Sehat; Gerakan lincah, menempel dengan keras, warna badan tidak pucat
– Tidak cacat/luka; Cangkang sempurna (tidak pecah), badan/daging utuh tidak tergores
– Ukuran cangkang; Minimal 3 cm., maksimal 5 cm.

3. Seleksi Induk di Laboratorium/Hatchery
Seleksi induk dilakukan untuk mempermudah kegiatan pemeliharaan induk dan pemijahan. Beberapa langkah yang dilakukan dalam kegiatan seleksi ini adalah:
a. Pemisahan berdasarkan jenis kelamin; dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Jantan, dengan warna gonad ekrem/gading
2) Betina dengan warna gonade biru/biru kehijauan
b. Pemisahan berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad; dengan kriteria sebagai berikut:
1) Tingkat Persiapan : isi gonad 0 – 50%.
2) Tingkat Intensif : isi gonad 50% – 75%.
3) Tingkat Pemijahan: isi gonad ≥ 75%.

4. Pemberian aerasi dan shelter dalam bak pemeliharaan induk
Aerasi diberikan sampai dasar dan kuat, shelter untuk tempat berlindung induk terbuat dari pecahan/potongan pipa PVC dengan diameter > 2”.
5. Pergantian dan sirkulasi air
Pergantian air secara total dilakukan setiap hari dan dilanjutkan dengan sirkulasi air apabila suplai memungkinkan.
6. Pemberian pakan
Pemberian pakan berupa alga (Gracillaria sp. dan Hypnea sp.) dengan dosis 25% TBW / hari.
7. Penyiphonan
Penyiphonan dasar bak setiap 2 hari sekali untuk membuang kotoran dan sisa pakan yang busuk.
8. Pencucian Bak
Pencucian bak 1 kali seminggu untuk mencegah permukaan bak ditumbuhi teritip dan memutus siklus hidup hewan penggangu seperti kepiting.
9. Pengamatan dan sampling induk
Pengamatan induk dilakukan setiap hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi induk secara keseluruhan.
10. Seleksi Induk Matang Gonade
Seleksi induk matang gonad sekali satu bulan setiap 2 atau 3 hari sebelum bulan purnama. Induk yang matang gonad akan diambil dan dipelihara secara lebih intensif dalam wadah yang lain untuk persiapan pemijahan.

B. Kultur Diatomae
Kultur diatom adalah suatu kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka menyediakan diatom dalam jumlah yang memadai untuk pakan larva/juvenil abalone. Kegiatan ini dilakukan didalam laboratorium / hatchery abalone dengan spesis yang sudah ditentukan yaitu Nitzchia sp. dan Isochrysis sp. Wadah yang digunakan adalah akuarium vol 100 –200 liter yang akan dilengkapi dengan rearing plate dan penerangan lampu neon 40 Watt.

C. Prosedur Pemijahan Abalone
Pemijahan akan dilakukan sebulan sekali pada saat bulan purnama dengan menggunakan wadah berupa akuarium volume 100 liter yang sudah dilengkapi dengan sistem airasi dan penutup (cover) dari waring. Langkah langkah dilakukan dalam kegiatan pemijahan adalah:
1. Penggunaan media pemijahan berupa air laut yang telah disaring;
2. Penggabungan induk matang gonad hasil seleksi yaitu induk dengan gonad 75% atau lebih yang terisi sperma/telur. Perbandingan berdasarkan jenis kelamin yang akan digunakan dalam satu wadah pemijahan adalah 1 ekor jantan untuk 3-4 ekor betina.
3. Penggelapan ruangan pada malam hari dan pengamatan proses pemijahan yang akan dilakukan setiap malam sejak penggabungan induk sampai dengan terjadinya pemijahan.
4. Pemindahan/panen telur dilakukan dengan cara penyiphonan untuk kemudian dipindahkan kedalam wadah penetasan sekaligus pemeliharaan larva.

D. Prosedur Penanganan Larva Abalone
Pemeliharaan larva dimulai dari kegiatan pengumpulan/pengambilan trochopora abalone. Trocophora diambil 5-6 jam setelah pemijahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Airasi pada media pemijahan dimatikan untuk mengendapkan telur yang tidak terbuahi sehingga trocophora abalone akan mengapung dan mudah untuk dikoleksi. Pengambilan trocophora abalone dilakukan dengan mengalirkan bagian atas media pemijahan menggunakan selang plastik  ½ cm, media yang dipenuhi trocophora itu ditampung dalam bak penampungan yang dilengkapi net 100m.
b. Trocophora yang terkumpul dalam plankton net dipindahkan kedalam rearing tank yang dilengkapi dengan sistem sirkulasi dengan diberi airasi sampai pada stadia veliger.
c. Media larva rearing dilengkapi dengan rearing plate yang sudah ditumbuhi bentik mikro alga.
d. Airasi diberikan secara halus dan merata untuk memberi kesempatan menempel pada larva.
e. Pakan yang diberikan adalah Isochrysis sp dan Nitszchia sp, dan mulai diberikan pada saat larva mencapai umur D5 .
f. Pemeliharaan D1 – D10 kondisi air akan dibiarkan statis dan diberi airasi yang lemah pada saat larva mencapai umur;

PENUTUP

Keberhasilan dalam kegiatan pembenihan Abalone memerlukan keahlian khusus yang didapat dari pengalaman eksperimental. Oleh karena perlu untuk di susun metode kerja proses pembenihan Abalone, sehingga dapat mengembangkannya di kemudian hari.
Mudah-mudahan metode kerja proses pembenihan abalone ini dapat diserap oleh masyarakat luas dan diaplikasikan untuk peningkatan pendapatan masyarakat.

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

BUDIDAYA IKAN KERAPU BEBEK DI KARAMBA JARING APUNG

Posted by mustika lautan pada Juli 17, 2008

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa model dan metode pembudidayaan ikan Kerapu Bebek terus di gali dan diteliti untuk mendapatkan salah satu model pembudidayaan yang paling efisien. Beberapa model yang sudah diterapkan adalah metode keramba jaring apung dan tambak. Belakangan ini usaha budidaya ikan Kerapu Bebek dengan metode karamba jaring apung makin marak di NTB. Model ini dirasakan paling cocok untuk diterapkan di daerah NTB,mengingat kondisi spesifik alam yang mendukung. Metode ini masih memberikan harapan yang optimis melalui pemanfaatan kolom air permukaan suatu kawasan budidaya.

Hasil tangkapan dari nelayan jarang sekali bisa bertahan hidup. Ini lantaran alat tangkap yang digunakan kurang mendukung. Penggunaan bubu, bagan, atau pancing sebagai alat tangkap sering membuat ikan terluka sehingga melemahkan kondisi tubuhnya, mengingat hal tersebut potensi budidaya di KJA sangat menjanjikan (Anonim.1994).

Metode KJA merupakan metode akuakultur yang paling produktif. Beberapa keuntungan yang dimiliki metode KJA, yaitu tingginya padat penebaran, jumlah dan mutu air yang selalu memadai, tidak diperlukannya pengelolaan tanah, mudahnya pengendalian gangguan pemangsa, dan mudahnya pemanenan. Agar budidaya ikan di KJA berhasil maka pemasangan KJA tidak dilakukan disembarang tempat, harus dipilih lokasi yang memenuhi aspek teknis dan sosial ekonomis(Sunyoto.1994).

Lima persyaratan utama dalam pembudidayaan ikan di laut adalah ketersediaan benih, lingkungan yang memadai, stock pakan yang cukup, sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi pembudidayaan (Kriswantoro, Sunyoto. 1986).

II. BAHAN DAN PERALATAN, METODE

2.1 BAHAN DAN PERALATAN

Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah :

Karamba jaring apung : sebagai sarana / wadah pemeliharaan

Benih ikan Kerapu Bebek

Pakan ikan rucah : (rincian terlampir)

Pakan buatan : (rincian terlampir)

Feed additive ikan pembesaran : menambah asupan nutrisi oleh ikan Kerapu Bebek

Adapun peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah :

Jaring pengganti : mennganti jaring yang sudah kotor

Keranjang pakan : menampung pakan dalam freezer

Keranjang sortir : memilah dan memisahkan ikan ssesuai ukuran

Pemotong ikan rucah

Timbangan duduk : untuk sampling

Tali PE 4mm : untuk mengikat jaring di KJA

Scoopnet besar : menangkap ikan

Scopnet kecil : mengambil sisa kotoran / ikan mati di dasar jaring

Bak kap. 30 liter : untuk perlakuan pengobatan dan perendaman ikan dengan multivitamin

Ember

Tali coban : menjahit / perawatan jaring yang robek

Lambit

Aerator batery : dipakai pada saat ikan diberi perlakuan dalam bak/ember

Jas hujan

2.2 Metode

Kegiatan dibagi menjadi 2 kegiatan pokok, yakni ; Analisa Usaha dan pemasaran.

2.2.1 Persiapan

a. Persiapan Sarana Pemeliharaan

Kegiatan persiapan sarana pemeliharaan yang dilakukan adalah ;

Setting waring hitam ukuran 1,2×1,2×1,5 m di KJA. Waring hitam dianggap baik karena disamping harganya murah juga memudahkan dalam kegiatan grading dan yang paling penting waring hitam terbuat dari bahan yang lembut sehingga cocok untuk ikan kecil, bahannya kuat dan dapat dipergunakan berulang kali dan tahan terhadap binatang pengganggu.

Kebersihan di atas KJA, meliputi pemberantasan hama budidaya, seperti kepiting dan ular laut yang banyak bersembunyi di atas pelampung styrofoam. Permukkan pelampung juga harus dibersihkan dari teritip dan rumput laut liar.

Pemasangan shelter. Shelter dipakai dari bahan pipa PVC diameter 3 “ panjang 25-30 cm. Untuk 1 waring bisa digantungkan 3-4 shelter. Shelter dapat berguna untuk mengurangi stress pada ikan sehingga dapat mengurangi gejala penyakit. Setelah terpasang shelter, pada begian atas waring perlu dipasang cover. Cover berguna untuk memberikan efek teduh bagi ikan peliharaan.

2.2.2 Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dimulai dari kegiatan sebagai berikut ;

a. Penebaran Benih

Benih Kerapu Bebek bebek dengan padat tebar per waring adalah 100 – 200 ekor melihat ukuran dari karamba. Benih yang datang siap tebar langsung diadaptasikan di atas KJA. Dalam penebaran benih adaptasi dilakukan sebagai berikut :

1. Membuka box/styrofoam di tempat yang agak gelap agar ikan tidak terkejut.

2. Meletakkan kantong ikan yang belum terbuka terendam dalam air pada lokasi pemeliharaan selama 10 – 20 menit agar suhu di dalam kantong dan di luar menjadi sama.

3. Melepaskan ikan melalui bukaan kantong plastik dan ditampung di box semula.

4. Aliri box/styrofoam dengan air sebanyak 200 – 300 %.

5. Ikan siap ditebar ke dalam wadah pemeliharaan .

b. Pengelolaan Pakan

Pakan yang digunakan adalah dari jenis ikan rucah dan pakan buatan. Pakan dipotong kecil-kecil sesuai dengan bukaan mulut benih dengan jumlah potongan yang dikonversikan dengan jumlah ikan. Beberapa hal yang penting dalam penanganan pakan adalah :

1. Pakan ikan rucah harus dalam keadaan segar

2. Sisa potongan pakan harus segera dibekukan ke dalam freezer

3. Pakan yang beku harus dicairkan terlebih dahulu secara benar sebelum diberikan pada ikan.

4. Pellet tidak boleh disimpan lebih dari 3 bulan

5. Pellet yang sudah berubah bau dan warna sebaiknya tidak diberikan pada ikan

c. Pengamatan Pertumbuhan

Untuk mengetahui pertumbuhan ikan dilakukan pengukuran dan sampling setiap satu bulan sekali. Disamping itu, untuk pengamatan pertumbuhan ikan juga perlu melakukan monitoring kondisi ikan yang berguna untuk mencegah timbulnya penyakit dan penyakit dapat ditanggulangi secara dini sebelum parah. Untuk memastikan bahwa ikan sehat, pengawasan dan monitoring sangat penting dilakukan. Pengawasan dan monitoring yang dilakukan meliputi pengawasan pakan dan lingkungannya serta membuat rekorcd yang baik tentang ukuran ikan, model kematian, perlakuan yang diberikan.

2.3. Faktor kegagalan

Di dalam budidaya dengan sistem KJA kendala yang biasa dihadapi adalah :

Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit yang biasa timbul disebabkan oleh jeleknya mutu bibit, selain itu adanya keadaan perairan yang kurang memadai seperti dekatnya dengan kawasan industri, jalur pelayaran kapal laut, dll. hal ini dapat diantisipasi dengan pemilihan bibit yang baik, dan pemilihan lokasi budidaya yang tepat.

Bencana Alam

Adanya siklus badai yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun sekali, yang terjadi pada bulan Pebruari, hal ini dapat diantisipasi dengan penempatan karamba di daerah terlindung seperti teluk yang tidak terkena siklus badai tersebut, atau menarik karamba ketepian pada bulan-bulan badai (Pebruari).

Keamanan

Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya pencurian terhadap kerapu di KJA, kita berlakukan jaga malam dengan memperketat dan menambah jumlah orang yang jaga malam pada saat ikan mulai menginjak usia konsumsi.

Faktor-faktor yang sering timbul diatas, selama ini mampu kita antisipasi sebelumnya, sehingga sejauh ini tidak sampai berpengaruh buruk terhadap kegiatan budidaya ikan kerapu di KJA.

III. PEMASARAN HASIL

A. Pemasaran Kerapu Bebek

Umumnya ikan kerapu bebek pemasarannya akan melalui pedagang, pengumpul, atau agen. Jalur perdagangan ini akan semakin panjang untuk skala ekspor karena penyertaan eksportir, importir pedagang besar, agen, ataupun pedagang pengecer. Setiap pelaku dalam jalur pemasaran ini akan mengambil keuntungan. Harga iakn kerapu bebek sangat relatif antara Rp. 200 – 300 ribu/kg, tergantung dari panjang pendeknya jalur pemasaran serta kualitas dari ikan kerapu tersebut.

Dalam pemasaran ikan kerapu bebek dapat dibedakan atas pasar dalam negeri atau lokal dan pasar luar negeri atau ekspor. Apapun bentuk pasar yang dipilih, pemasaran akan berhasil baik kalau kualitas dan kuantitasnya memungkinkan.

1. Pemasaran Dalam Negeri

Pemasaran ikan kerapu sebenarnya tidak mengalami masalah yang berarti, akan tetapi permasalahan itu muncul ketika lokasi budidaya itu jauh dari pedagang pengumpul dan produksinya relatif sedikit.

Untuk pasar lokal yang dekat dan jumlah produksinya banyak umumnya jalur pemasaranya adalah produsen—pengumpul—agen—pedagang pengecer—konsumen atau produsen–pengumpul—pedagang pengecer—konsumen. Jalur yang pendek tentu menyebabkan biaya transportasi dan biaya rugi laba akan lebih kecil sehingga harga di pengumpul dan konsumen juga rendah, hanya saja penyerapan pasar lokal untuk ikan kerapu konsumsi masih sangat rendah karena belum membudaya. Diperkirakan pasar lokal baru menyerap sekitar 5 % dari produksi yang ada.

2. Pemasaran Luar Negeri

Pasar yang lebih banyak jalurnya untuk tiba ke konsumen serta dalam wilayah yang lebih luas dan potensial adalah pasar luar negeri. Untuk mendapatkan pasar luar negeri ini, diperlukan proses yang panjang dengan pengetahuan dan wawasan yang luas, terutama tentang perilaku dan permintaan pasarnya. Proses tersebut meliputi pengetahuan potensi pasar di tiap wilayah atau negara, jalur perdagangan dan jaringan yang ada disuatu negara saat itu, cara menarik atau mencari pembeli, kualitas, jenis, jumlah kebutuhannya serta pengemasan dan transportasinya.

B. Permintaan Dan Pasokan Kerapu

Permintaan akan ikan karang terutama kerapu sangat meningkat dalam dua dekade terakhir. Volume ikan hidup yang diperdagangkan di kawasan ini diperkirakan 53.000 ton, 30.000 ton diantaranya adalah kerapu. Sekitar 65% diantaranya diserap atau diperdagangkan di Hongkong dan Cina Daratan dengan nilai hampir setengah milyar dolar Amerika (Johannes and Riepen 1995; Lau and Parry-Jones 1999; Pawiro 2002) dalam (Achmad 2003). Sekitar dua pertiga kebutuhan tersebut dipenuhi dari tangkapan, sisanya dari budidaya.

Ikan karang hidup yang diimpor ke Hong Kong ternyata sebagian besar disalurkan ke Cina Daratan, yang merupakan pasar terbesar. Estimasi proporsi ikan karang hidup impor Hong Kong yang dipasaekan ke Cina bervariasi antara 10-20% (Lau and Parry-Jones, 1999) sampai dengan 55-60%(Chan,2000). Pasar berikutnya adalah Taiwan, namun demikian jumlahnya semakin menurun karena Taiwan sudah mulai menggiatkan budidaya untuk memenuhi kebutuhan lokal.

Pemasok utama ikan karang hidup ke Hong Kong adalah Indonesia, Philippines, Australia, Maldives, Vietnam, Malaysia Thailand (Graham,2001). Indonesia juga dikenal sebagai pemasok utama ikan karang hidup yang berasal dari tangkapan alam yaitu sekitar 50%, bahkan di tingkat Asia Tenggara 60% pasokan ikan karang hidup dari tangkapan alam dihasilkan oleh Indonesia. Secara proporsional pasokan ikan ke Hong Kong dari berbagai negara adalah sebagaimana disajikan dalam tabel berikut:

Negara pemasok ikan (segmen menengah) ke Hong Kong

NEGARA

PASOKAN (%)

Indonesia

35

Malaysia

30

Australia

13

Thailand

11

Philippines

5

Vietnam

5

Maldives

1

Singapura

1

Kepulauan Salomon

<1

(Adji, 2001)

ANALISA USAHA

Di dalam dunia bisnis analisa usaha merupakan kegiatan yang sangat penting, dari analisa usaha tersebut dapat diketahui besarnya keuntungan usaha tersebut, analisa usaha ikan Kerapu Bebek sangatlah bervareatif, hal ini disebabkan oleh perhitungan biaya operasional yang dipengaruhi oleh besarnya unit usaha, jenis alat dan bahan yang digunakan, letak lokasi usaha, dan masih banyak lagi, oleh karena itu maka kami sebagai UPT pusat yang ada di daerah diharapkan sebagai tonggak kerjasama dengan instansi-instansi terkait yang ada didaerah dalam rangka memasyarakatkan teknologi budidaya Kerapu Bebek dengan sistem KJA ini untuk, berusaha semaksimal mungkin dalam membantu dan menjadi percontohan para investor lokal (pengusaha kelas menengah ke atas ) dan PMA (Penanam Modal Asing) serta para petani dan nelayan yang tergabung dalam kelompok tani maupun koperasi, untuk mencoba membudidayakan ikan Kerapu Bebek dengan sistem jaring apung (KJA).

Besarnya biaya yang tercantum dalam analisa usaha ini bisa berubah setiap waktu, sesuai dengan kondisi dan besar usaha serta pasar setempat. Keuntungan kerja sama ini bisa menekan biaya sarana dan prasarana serta operasional, seperti peralatan kerja, serta tenaga ahli yang profesional dan lain-lain. Contoh analisis usaha ini dibuat dengan perhitungan biaya pembuatan rakit dari kayu dengan pelampung drum plastik.

PERHITUNGAN ANALISA USAHA

A. Harga Pembuatan Satu Unit KJA

NO

NAMA BARANG

VOLUME

HARGA SATUAN (Rp)

JUMLAH (Rp)

1

Balok 8 x 12 x 4 m

28

BTG

45.000,-

1.260.000,-

2

Papan 3 x 25 x 4 cm

24

BTG

25.000,-

600.000,-

3

Pelampung plystyrene

15

BH

300.000,-

4.500.000,-

4

Tali PE 8 mm

20

KG

22.500,-

450.000,-

5

Tali jangkar 22 mm

80

KG

22.500,-

1.800,000,-

6

Jangkar 50 kg

4

BH

22.500,-

90.000,-

7

Baut d. 1 cm x 26 cm

40

BH

10.000,-

400.000,-

8

Paku papan

8

KG

12.500,-

100.000,-

9

Paku balok

8

KG

12.500,-

100.000,-

10

Rumah Jaga

20

BH

25.000,-

500.000,-

11

Jaring PE 1 ¼ “ D 18

4

UNIT

1.800.000,-

7.200.000,-

TOTAL (1a)

17.000.000,-

Jumlah total 4 rakit

68.000.000,-

B. Sarana Dan Prasarana

No

Nama Barang

Harga

1

Perahu motor

7.000.000,-

2

Bak penampungan

800.000,-

3

Aerator DC + ACCU

500.000,-

4

Tabung oksigen

500.000,-

5

Timbangan, serok dll

500.000,-

Jumlah Total ( 1b)

9.300.000,-

Jumlah (Ia + Ib)

77.300.000,-

II. Biaya Operasional

Biaya operasional terdiri atas biaya-biaya sebagai berikut

A. Biaya Tetap Per Tahun

No

Nama Barang

Harga

1

Perawatan 10% dari investasi

7.733.000,-

2

Penyusutan

6.000.000,-

3

Bunga modal 19% dari investasi

14.687.000,-

4

Pungutan ijin usaha: 2% dari investasi

15.460.000,-

Jumlah Total ( 2a)

43.877.000,-

B. Biaya Variabel Per Musim Tanam

No

Nama Barang

Harga

1

Biaya pengadaan benih, 4.200 ekor @ 10.000,-

42.000.000,-

2

Pembelian pakan rucah 3.780 x 2 x 5.000,-

37,800.000,-

3

Bahan bakar bensin 300 liter @ 1.800,-

540.000,-

4

Obat-obatan 1 paket

500.000,-

5

Upah Teknisi 400.000,- x 15 bulan

6.000.000,-

6

Upah Jaga malam 150.000,- x 15 bulan

2.250.000,-

Jumlah Total ( 2b)

89.090.000,-

Total biaya operasional (2a + 2b)

132.967.000,-

III. Penerimaan

No

Kegiatan

Jumlah

1

Produksi per musim 80% x 9.450 = 3.780 kg x 250.000,-

945.000.000,-

2

Jumlah biaya operasional

89.090.000,-

3

Laba operasional (3a-2a)

901.123.000,-

4

Laba bersih sebelum pajak (3a-2b)

855.910.000,-

5

Laba bersih per musim

945.000.000,-

IV. Analisis Biaya Manfaat

A. Arus Kas (dalam 1 tahun)

= Laba bersih + Penyusutan

= Rp. 945.000.000,- + Rp. 6.000.000,-

= Rp. 939.000.000,-

B. Rentabilitas Ekonomi

=

X 100%

Laba Operasional

(Investasi + Biaya operasional)

=

X 100%

901.123.000,-

(77.300.000,- + 89.090.000,-)

=

541,5 > 19% Sangat Layak Usaha

C. Rasio Perbandingan Antara Penerimaan B (R/C)

945.000.000,-

=

=

89.090.000,-

10,6 > 1 Sangat layak usaha

D. Jangka waktu Pengembalian

(Investasi + Biaya operasional)

=

Arus Kas

132.967.000,- + 89.090.000,-

=

)

939.000.000,-

=

0.23 tahun (2,76 bulan)

E. Titik Impas

Keterangan:

FC= biaya tetap

VC= biaya operasional

S = Penerimaan dari hasil penjualan

=

FC

1

VC

S

43.877.000,-

=

1

132.967.000,-

=

945.000.000,-

43.876.999,85

Dari analisis di atas , tampak bahwa usaha pembesaran Kerapu Bebek bebek dengan KJA sangat menguntungkan. Hanya dalam tempo satu tahun akan diperoleh pemasukan sebesar Rp. 945.000.000,- dengan asumsi 4 unit rakit KJA. Walaupun demikian investasi yang ditanam dan biaya produksi dalam usaha budidaya ini juga relatif besar yaitu Rp. 210.267.000,-,

Oleh karena itu usaha ini selain bisa dilakukan oleh para pengusaha menengah keatas dan usaha-usaha PMA (Penanaman Modal Asing), juga oleh nelayan dan petani ikan yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani dan koperasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, T.P. 2001. Beberapa aspek pemasaran ikan karang. Dalam Aliah, R.S., Herdis. Irawan, D. Dan Surachman, M. 9ed) Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta 28-29 Agustus 2001 : 133-139.

Anonim, 1994. Budidaya Ikan Kerapu dalam Majalah Primadona. Edisi Februari, Jakarta ; 14-19.

Bentley, N.1999. Fishing for solutions : Can the live Trade in The wild Groupers and Wrasses from Southeast Asia be Managed? SPC Live Reef Fish Information. Bulletin, 6:25-27.

Chan.P.2000a. the Inustry Perspective: Wholesale And Retail Marketing Aspect Of The Hongkong Live Reef Food Fish Trade. SPC Live Reef Fish Information. Bulletin, 7:3-7.

Chan.P.S.W.2000b. Current Status Of The Live Reef Trade Based In Hongkong. SPC Live Reef Fish Information. Bulletin, 7:8-9.

Graham,T.2001. A Collaborative Strategy To Addres The Live Reef Food Fish Trade , Asia Pasific Coastal Marine Program,Report#0101,The Nature Conservancy.Honolulu,HI.USA.62p.

Johannes, R.E. and M.Riepen.1995. Environmental, economic, and social implications of the live reef fish trade in Asia and the western Pasific. Report to the Nature Conservancy and teh Fisheries Forum Agency, 83p.

Lau.P.P.F. and R. Parry-Jonnes.1999. The Hongkong trade in live reef fish for food. TRAFFIC East Asia and World Wide Fund for Nature. Hongkong.65p.

Li, L.W.H. 2002. Current Status and Trend of Finfish Market in Hongkong. Makalah pada NACA GC 13 and Aquabiusiness Seminar. Pulau Langkawi, 15-19 Jan 2002.7p.

Kriswantoro, M. Dan Y.A. Sunyoto, 1986. Mengenal Ikan Laut. Penerbit BP. Karya Bani, Jakarta.

Prawiro, S. 2002. Live reef fish trade in Asia – update. Infofish International 6 (Nov/Des) ; 33-37.

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

PEMILIHAN LOKASI DAN KONSTRUKSI RAKIT DALAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Posted by mustika lautan pada Juli 16, 2008

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu komoditas laut yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena kandungan agar-agar maupun carageenan yang terdapatdalam rumput laut yang sangat diperlukan dalam industri obat-obatan, kosmetik atau sebagai bahan proses produksi.
Potensi areal budidaya rumput laut di Nusa Tenggara barat adalah 5.910 ha dan pulau Sumbawa 4.080 dengan potensi produksi 59.100 ton/tahun. Namun dari potensi tersebut baru sebagian kecil dari luas areal potensi yang telah diusahakan, sehingga masih banyak terdapat peluang usaha pengembangan produksi rumput laut. Beberapa lokasi perairan pantai yang telah berkembang budidaya rumput laut adalah Sekotong, Labuan Kuris, Labuan Bajo, Labuan Mapin Alas, Sape, Waworada dan Kwango
Sebagai gambaran produksi rumput laut di NTB tahun 1995 adalah sebanyak 11,724 ton dan tahun 1994 sebanyak 12,280 ton kemudian pada tahun 1994 jumlah rumput laut yang dieksport adalah 1,262 ton dan tahun 1995 yang berhasil dieksport adalah sebanyak 1.886 ton (Anonymous, 1996). Jenis Glacillaria, Gellidella, Eucheuma, Hypnea dan Ascophylum. Dari beberapa jenis rumput laut ini yang mendapat perhatian pengembangan terbanyak adalah Eucheuma sp dan Glacillaria sp (Hollenbeck, 1987). Kondisi yang optimum untuk budidaya Eucheuma sp dan adalah kecepatan arus berkisar antara 20 – 40 cm perdetik, suhu air berkisar antara 20 0C – 30 0 C, kecerahan air tidak kurang dari 5 m, pH antara 7,3 – 8,2 (Cholik, 1991) dalam Puspadi K. dkk (1997)
Secara umum budidaya rumput laut dilakukan dengan metode lepas dasar, metode rakit apung, dan metode tali gantung. Namun dari ketiga metode ini yang lebih memberikan keuntungan dan lebih digemari oleh petani adalah metode rakit apung.
Untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas rumput laut Loka Budidaya Laut Lombok yang ditunjuk sebagai Nasional Seaweed Center perlu mengembangkan dan mensosialisasikan usaha budidayanya melalui pembentukan kelompok usaha tani

Pemilihan lokasi

Pemilihan lokasi merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Pada tahap ini, diperlukan pertimbangan pertimbangan mengenai ekologis, teknis, kesehatan sosial, dan ekonomi, serta ketentuan dari peraturan dan perundangan yang berlaku. Disamping itu perlu juga dipertimbangkan pengembangan sektor lain, seperti perikanan, pertanian, pelayaran, pariwisata, pertambangan, pengawetan dan perlindungan sumber daya alam, serta kegiatan alam lainya.
Lokasi budidaya Eucheuma yang ideal adalah: Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung yang kuat dengan kecepatan arus berkisar antara 0,41 – 0,45 m/dt, dasar perairan sedikit berlumpur bercampur dengan pasir karang, pada surut terendah berkisar antara 31 – 35 cm, kecerahan perairan berkisar 4 – 6 m, suhu perairan berkisar antara 27,0 – 30,2°C, salinitas berkisar antara 31- 35,8 promil, pH air berkisar antara 7,2 – 7,6; dan perairan bebas dari pencemaran. Lokasi untuk budidaya sebaiknya terletak di perairan terlindung oleh karang penghalang (barrierr reef) yang berfungsi sebagai pemecah gelombang, dengan pecahnya gelombang akan menghasilkan gelembung udara yang mengandung oksigen dan karbondioksida yang penting bagi rumput laut (Baracca, 1989).
Kisaran arus yang optimum untuk pertumbuhan rumput laut antara 20 – 40 cm/detik dengan tinggi ombak yang cukup untuk pertumbuhan rumput laut antara 10 –30 cm (Mubarak dkk. 1990).

Dalam pemilihan lokasi ini, ada perbedaan syarat kondisi antara lokasi untuk budidaya Eucheuma dan budidaya Gracilaria. Persayaratan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya rumput laut secara umum adalah sebagai berikut.
a. Lokasi budidaya harus bebas dari pengaruh angin topan
b. Lokasi sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas yang besar
c. Lokasi budidaya harus banyak mengandung nutrien yang dibutuhkan rumput laut
d. Lokasi perairan harus bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga
e. Lokasi harus berkondisi mudah menerapkan metode budidaya
f. Lokasi sebaiknya mudah dijangkau.
g. Lokasi harus dekat dengan sumber tenaga kerja

2. Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya rumput laut jenis Eucheuma adalah sebagai berikut.
a. Letak lokasi budidaya sebaiknya jauh dari pengaruh daratan dan lokasi jangan langsung menghadap laut lepas, sebaiknya yang terdapat karang penghalang yang dapat melindungi tanaman dari kerusakan akibat ombak yang kuat. Ombak yang keras akan mengakibatkan keruhnya perairan sehingga proses fotosintesis dapat terganggu, disamping itu akan menimbulkan kesulitan didalam penanaman , pemeliharaan dan pemanenan.
b. Untuk memberikan kemungkinan terjadinya aerasi, lokasi budidaya harus bergerakan air cukup, disamping itu gerakan air yang cukup bisa memberikan pasokan makanan yang kontinyu serta terhindar dari akumulasi debu air dan tanaman menempel.
c. Bila menggunakan metode lepas dasar, dasar lokasi budidaya harus keras yaitu terbentuk dari pasir dan karang.
d. Lokasi yang dipilih sebaiknya pada waktu surut terendah yang masih digenangi air sedalam 30-60 cm. Keuntungan dari adanya genangan air ini yaitu penyerapan makanan yang terus menerus, dan tanaman tidak rusak akibat sengatan sinar matahari langsung.
e. Perairan lokasi budidaya sebaiknya berpH antara 7,3 – 8,2.
f. Perairan yang dipilih sebaiknya ditumbuhi komunitas yang terdiri dari berbagai jenis makro-Algae. Bila perairan sudah ditumbuhi rumput laut alami, maka daerah ini cocok untuk pertumbuhannya.

Kecerahan
Menurut Mubarok (1990), kejernihan air sebaiknya tidak kurang dari 5 meter dengan jarak pandang horisontal. Air keruh mengandung partikel halus yang berlimpah yang akan mneutupi talus tanaman sehingga menghambat penyerapan makanan dan proses fotosintesa.

Suhu
Suhu air meskipun tidak berpengaruh mematikan namun dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Perbedaan temperatur air yang terlalu besar antara siang dan malam hari dapat mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini sering terjadi di perairan yang terlalu dangkal. Rumput lut biasanya dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai suhu antara 26 – 30ºC (Afrianto dan Liviawaty, 2001). Sedangkan menurut Angkasa (1998), suhu perairan yang baik bagi pertumbuhan Eucheuma cottonii berkisar antara 27 – 30ºC dengan fluktuasi harian 4ºC.

pH
Keasaman air (pH) yang cocok untuk pertumbuhan Eucheuma umumnya berkisar antara 6 – 9, sedangkan yang optimal adalah 6,5 (Indriani dan Sumiarsih, 1996). Sedangkan menurut Mubarok (1998), pH yang baik bagi pertumbuhan Eucheuma berkisar antara 7-9 dengan kisaran optimum 7,2-8,2

Salinitas
Salinitas perairan yang cocok untuk budidaya Eucheuma cottonii umumnya berkisar antara 30-37 promil (Anonymous, 1991). Salinitas dibawah 28 promil menyebabkan rumput laut mudah terserang penyakit (Hidayat, 1994). Menurut Trono (1986), Eucheuma sp. Adalah alga yang hanya mampu mentolerir perubahan kisaran salinitas yang sempit, sehingga salinitas di bawah 30% dapat mengakibatkan pertumbuhan yang kurang baik.

3. Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya rumput laut jenis Gracilaria adalah sebagai berikut.
a. Untuk lokasi budidaya di tambak, dipilih tambak yang berdasar perairan lumpur berpasir. Dasar tambak yang terdiri dari lumpur halus dapat memudahkan tanaman terbenam dan mati
b. Agar salinitas air cocok untuk pertumbuhan Gracilaria, sebaiknya lokasi berjarak 1 km dari pantai
c. Kedalaman air tambak antara 60 – 80 cm
d. Lokasi tambak harus dekat dengan sumber air tawar dan laut.
e. Derajat keasaman (pH) air tambak optimum antara 8,2 – 8,7.
f. Kita dapat menggunakan tambak yang tidak lagi produktif untuk udang dan ikan.

Metode Tanam dan Kontruksi Rakit

Terdapat tiga teknik budidaya Rumput laut yang sudah memasyarakat di Indonesia, yaitu metode lepas dasar (off-bottom method), metode rakit apung (floating raft method), dan metode rawai (long line method)

a. Metode Lepas Dasar
Metode lepas dasar biasanya dilakukan pada perairan yang dasarnya berupa karang berpasir, tidak berlumpur dan berarus cukup baik. Metode ini menggunakan patok-patok kayu yang dipasang di dasar perairan. Kemudian patok-patok tersebut dihubungkan dengan sebuah tali plastik yang disebut dengan tali utama/pokok. Tinggi kedudukan tali utama dari dasar perairan 25-30 cm. Jarak penanaman atau jarak tali ris adalah 20-25 cm
Jarak tanaman dari dasar perairan diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh dasar perairan, namun selalu terendam air ketika surut terendah. Bibit tanaman yang digunakan memiliki berat 100-150 gr, diikatkan tali rafia kemudian digantung pada tali nilon yang direntangkan di atas dasar perairan dengan menggunakan pancang-pancang kayu.
Keuntungan menggunakan metode lepas dasar ini adalah memberikan pertumbuhan 3-6% /hari, sehingga kandungan karaginan dan gelnya lebih tinggi daripada metode budidaya lain.

Gambar Konstruksi

Metode Lepas Dasar

Konstruksi Sistem Patok.
Persiapan alat dan bahan: memotong kayu yang akan digunakan sebagai patok. Pemasangan kayu pada dasar perairan pada kedua sisi dengan jarak masing-masing 0,5 m; menghubungkan patok kayu satu dengan lainnya dengan tali utama berdiameter 6 mm. Tali utama di pasang dengan ketinggian 25-30 cm dari dasar perairan.

b. Metode Rakit Apung
Metode ini dipakai untuk pembibitan, karena dengan metode ini, rumput laut yang ditanam mempunyai pertumbuhan cepat. Metode ini biasanya digunakan apabila dasar perairan sedikit berlumpur tetapi tetap memiliki luas yang cukup
Metode rakit apung dilakukan dengan menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang dibentuk persegi empat, berukuran 2,5 x 5 m, yang kemudian direntangkan dengan tali plastik sebagai tali ris. Jarak antara tali 20-25 cm, dan tanaman diikatkan pada tali tersebut dengan jarak antara bibit 20-25 cm, dan tanaman diikatkan pada tali tersebut dengan jarak antara bibit 20-25 cm. Untuk menjaga agar rakit tidak hanyut, rakit dilengkapi dengan jangkar. Posisi rumput laut pada metode ini , selalu dibawah permukaan air, karena adanya daya apung dari rakit
Dibandingkan dengan metode lepas dasar, metode rakit apung memberikan keuntungan pertumbuhan yang lebih baik karena tanaman akan mendapatkan intensitas cahaya dan pergerakan air yang cukup.

Gambar Konstruksi

Metode Rakit Apung

Konstruksi Rakit Apung
Mula-mula persiapan alat dan bahan. Rangka rakit dibuat dari bambu dengan ukuran 8×8 m. Bambu ini dihubungkan satu sama lainnya membentuk segi empat. Setiap sudut dipasang menyiku dari ujung bambu agar konstruksi rakit tidak berubah. Pada setiap sambungan diberi pasak yang terbuat dari pangkal bambu kemudian diikat dengan tali PE dengan diameter 4 mm. Supaya rakit tidak hanyut oleh arus, diberi pemberat karung berisi pasir sekitar 150 kg yang diikat pada kedua sisi rakit. Tali pemberat 1,5 kali kedalaman perairan, agar rakit dapat leluasa bergerak, serta menjaga ketika pasang tertinggi rakit tidak tenggelam. Unit rakit yang sudah disiapkan dibawa ke lokasi dengan sampan.
Persiapan tali
Satu rentang sepanjang 10 cm, masing-masing ujung tali sisakan sepanjang 1 meter untuk diikatkan ke rakit dan masing-masing rentang berisi 42 tali ikatan rapia, banyaknya tali rentang pada satu unit rakit 42 rentang. Sehingga titik ikatan bibit 42 x 42 = 1.764 titik.
c. Metode Rawai
Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit apung, tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit pengapung, tetapi menggunakan pelampung dan yang biasanya digunakan sebagai pelampung adalah botol plastik
Keuntungan dari metode ini adalah tanaman terbebas dari hama bulu babi, pertumbuhan lebih cepat dan lebih murah ongkos materialnya. Saat ini hampir semua perairan Indonesia cocok untuk budidaya menggunakan metode rawai sebagai alternatif untuk budidaya Eucheuma cottonii.

Gambar Konstruksi

Metode Rawai

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan E. Liviawaty, 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bathara. Jakarta.

Angkasa, W.I.M., Sujatmiko, J. Anggadiredja, Zantika A., 1998. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut Eucheuma spesies di Perairan Pantai dan Gracillaria spesies di Tambak. Deputi Bidang Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan BPPT. Jakarta.

Anonymous, 1991. Peraturan Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut di Daerah Nusa Tenggara Barat. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram.

Bracca, R.T., 1989. Performance of Eucheuma (Seaweeds) in Indonesia: Part 1 Agronomic Characters. FMC-Marine (Colloids Division). Philipinnes.

Doty M.S., J.F. Caddy and Santelices, 1986. Case Studies of Seven Commercial Seaweeds Resources. FAO Fish.

Hidayat, A., 1994. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Usaha Nasional. Surakarta.

Indriani, H dan Sumiarsih E., 1991. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Mubarak, H.S., Ilyas, W. ismail, I.S. Wahyuni, S.T. Hartati, E. Pratiwi, Z. jangkaru, dan R. Aripudin, 1990. Petunjuk Teknis Bdidaya Rumput Laut. Departemen Pertanian. Jakarta.

Trono, G.C. Jr., 1986. Seaweeds Culture in The Asia-Pasifik Region. RAPA. FAO of The United Nation. Bangkok.

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

UPAYA MENURUNKAN KANIBALISME PADA PENDEDERAN UDANG LOBSTER DENGAN PEMBERIAN PAKAN PELLET DI BAK TERKONTROL

Posted by mustika lautan pada Juli 14, 2008

Abstrak

Tujuan kegiatan ini adalah untuk mencari solusi dalam mengatasi kanibalisme pada pendederan udang lobster ukuran 1-7cm, dan untuk mendapatkan benih lobster (7 cm up) siap tebar di keramba jaring apung dengan jumlah yang memadai melalui pemberian pakan pelet. Benih yang didederkan adalah benih yang didapat atau berasal dari alam, sehingga diperlukan seleksi yang ekstra untuk memastikan bahwa benih yang akan di dederkan memenuhi standart kelayakan untuk dibudidayakan, tidak cacat dan terindikasi terserang suatu penyakit, Ukuran benih yang kita tebar panjang 1-2 cm dengan berat rata-rata 0,5 -1 gram. Pemberian pakan pelet berindikasi, sangat mempengaruhi sifat dari udang lobster salah satunya adalah sifat kanibal, hal tersebut dapat kita lihat dari tingkat kematian pada bak satu sebesar 21.1% sangat jauh dibandingkan dengan bak dua sebesar 68.7%. Tingkat kelangsungn hidup (SR) pada bak satu yang mencapai 78,9%, sangat jauh dibandingkan dengan bak dua yang hanya 31,3 %. Sebaiknya dicari teknologi dan dibuatkan formulasi pakan pelet udang lobster yang tahan lama didalam air untuk menghindari penggunaan telur sehingga dapat menekan biaya operasional pada pendederan udang lobster

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Hello world!

Posted by mustika lautan pada Juli 14, 2008

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »