SAMUDRA

MARI MAJUKAN MASYARAKAT ENTASKAN DARI KEMISKINAN SEMAMPU KITA

Archive for the ‘Abalones’ Category

WASPADA!!!! RESTOCKING KERANG ABALONE !!!! ATAU KITA AKAN MENYESAL

Posted by mustika lautan pada Desember 25, 2008

Abalone merupakan kekayaan laut yang sangat diminati, akan tetapi masyarakat masih belum begitu mengenal apalagi untuk mengembangkannya, hal ini sangat ironis sekali mengingat pemerintah khususnya departemen kelautan dan perikanan masih setengah hati untuk mempublikasikan teknologi tentang pembenihan dan pembudidayaannya.
Untuk mendapatkan stock benih abalone yang memadahi sangat mustahi kita dapatkan tanpa adanya desiminasi dari instansi – instansi pemerintah. Sementara Abalone memiliki rentang waktu yang lama hingga mencapai ukuran konsumsi, hal ini sangat mengkawatirkan dengan kelangsungan hidupnya dialam, sementara para petani berlomba-lomba mengeksploitasi kerang abalone ini karena harganya yang memang relative mahal. Bagaimana dengan generasi nanti????
Sedikit Solusinya yang saya tawarkan:

  1. Pemerintah khususnya departemen perikanan dan kelautan tidak seharusnya berpangku tangan menyikapi fenomena ini. Paling tidak pemerintah harus mencanangkan program restoking nasional pada sentra-sentra abalone seluruh Indonesia.
  2. Pemerintah khususnya departemen perikanan dan kelautan harusnya selektif dengan anggaran Negara ini khususnya masalah abalone mengingat teknologi pembenihan abalone sudah sangat memadai untuk melakukan restocking.
  3. Pemerintah khususnya departemen perikanan dan kelautan, harus merubah paradigma berpikir khususnya unit-unit yang ditunjuk sebagai motor pengembang abalone untuk lebih memfokusksn untuk memasyarakatkan tehnologi ini lewat desiminasi-desiminasi.
  4. Pemerintah khususnya departemen perikanan dan kelautan harus mebuat sebuah UU yang mengatur tentang perdagangan abalone tersebut seperti pada ikan sidat sehingga kelangsungan hidup abalone di alam tdak mengalami kepunahan.

Hal diatas saya ungkapkan karena unit-unit yang menagani abalone belum sepenuhnya melakukan desiminasi sehingga masyarakat khususnya yang dekat dengan unit-unit pengembangan abalone tersebut belum mengenal apa-apa dengan teknologi mengenai abalone tersebut.
Apa kata dunia ?? kalau generasi yang akan datang hanya bisa melihat abalone hanya dari pustaka??

Posted in Abalones | 5 Comments »

TEKNIK BUDIDAYA ABALONE (haliotis asinina)

Posted by mustika lautan pada November 26, 2008

Seleksi Benih Siap Tebar

Benih merupakan salah tahap suatu kegiatan budidaya yang sangat menentukan keberhasilan yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih benih akan menimbulkan danpak kerugian yang besar, seperti tingginya tingkat kematian saat proses pemeliharaan dan lambatnya pertumbuhan. Oleh karena itu, seleksi benih sebelum penebaran harus dilakukan dengan tepat. Kriteria benih siap tebar untuk budidaya kerang abalone adalah sebagai berikut:

Ukuran benih relatif seragam yaitu 1 cm/ekor (ukuran panjang cangkang).

Telah mampu memanfaatkan pakan rumput laut segar sebagai makanannya, seperti Gracilaria sp atau Ulva sp.

Sensitif terhadap respon dari luar.

Benih kerang abalone yang sehat akan cepat merespon ransangan dari luar. Tanda-tanda yang diberikan adalah sebagai berikut:

* kerang abalone yang cenderung melekat kuat pada substrak jika disentuh

* jika direndam dalam air tawar akan mengkerut dan mengeras, dan apabila dikembalikan ke air laut akan cepat melakukan pergerakan.

* jika dipegang terasa kenyal dan padat serta tidak lemas.

Cangkang tidak pecah atau cacat.

Tidak terdapat luka pada bagian badan/daging.

Gambar 12. Benih kerang abalone siap tebar.

Padat Tebar dan Aklimatisasi

Daya dukung lahan sangat perlu dipertimbangkan untuk menentukan padat penebaran (stocking density) dan ukuran benih tebar, selain itu tingkah laku dan sifat yang dimiliki oleh biota juga dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan padat tebar. Diantara sifat kerang abalone yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan padat tebar adalah pergerakan yang lanbat dan hidup menempel pada substrak dan tidak memerlukan areal yang luas untuk melakukan aktivitasnya. Hal ini sangat memungkinkan untuk penebaran tinggi. Di Negara Jepang, padat penebaran H. asinina ukuran 25mm 731-1426 ekor/m2 (Singhagraiwan and Doi, 1993). Di Indonesia, Loka Budidaya Laut-Lombok yang memelihara kerang abalone dengan penerapan 2 metode memiliki padat tebar dan cara aklimatisasi yang berbeda.

Langkah awal sebelum penebaran adalah aklimatisasi atau penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Aklimatisasi mutlak dilakukan sebelum penebaran kedalam wadah budidaya. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko kegagalan (kematian) saat awal pemeliharaan. Perubahan lingkungan secara tiba-tiba akan dapat menimbulkan stress pada biota, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Karena itu, lakukanlah aklimatisasi terlebih dahulu sebelum penebaran. Tingkat padat tebar dan cara aklimatisasi pada ke dua metode adalah sebagai berikut:

a. Metode Pen-culture

Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam penentuan padat tebar pada metode pen-culture, selain sifat dan tingkah laku kerang abalone adalah kondisi perairan saat surut terendah yang dapat berlangsung beberapa saat. Pada saat surut, kuantitas air yang berada dalam pen-culture sangat minim serta kemungkinan tidak terjadi pertukaran air. Keadaan ini sangat mengkwatirkan jika dilakukan dalam penebaran tinggi. Oleh karena itu, padat tebar metode pen-culture sebaiknya berkisar antara 100-150 ekor/m2.

Cara aklimatisasi pada metode ini yaitu dengan cara aklimatisasi dalam bak terlebih dahulu dengan mempergunakan media air dari lokasi pen-culture. Kantong diapungkan beberapa saat (15-20 menit), kemudian dibuka dan dimasukkan air perlahan-lahan. Tebar benih abalone kedalam bak selama 20-30 menit dengan keadaan sirkulasi air.

Gambar 13. Aklimatisasi dalam bak sirkulasi.

Penebaran dalam pen-culture dapat dilakukan setelah kerang abalone terlihat telah dapat menerima kondisi linkungan yang baru, ditandai dengan gerak aktif kerang abalone untuk mencari tempat bersembunyi. Penebaran dilakukan pada saat air mulai pasang yang ditebar merata dalam pen-culture (dibeberapa tempat).

Gambar 14. Penebaran benih kerang abalone dalam pen-culture.

b. Metode KJA

Berbeda dengan metode KJA, padat tebar bisa lebih tinggi. Tingginya padat penebaran pada metode ini dikarenakan sirkulasi air selalu terjamin setiap saat sehingga kualitas air lebih terjamin. Pada metode ini, yang harus dipertimbangkan selain sifat dan tingkah laku kerang abalone serta sirkulasi air adalah luas permukaan substrak. Hal ini erat kaitannya dengan penyebaran kerang abalone. Dengan percobaan yang telah dilakukan oleh Loka Budidaya laut-Lombok, padat tebar metode KJA sebaiknya berkisar antara 350-400 ekor/m2.

Cara aklimatisasi di KJA dapat dilakukan dalam bak ataupun langsung didalam wadah pemeliharaan. Kantong yang berisi benih diapungkan dalam wadah pemeliharaan 15-20 menit, kantong dibuka dan dimasukkan air dari luar kantong secara perlaha-lahan hingga hampir penuh, balik bagian dalam kantong menjadi luar kantong dan biarkan benih kerang abalone lepas dengan sendirinya. Setelah beberapa saat, benih kerang abalone yang masih menempel pada kantong segera dilepas dan dimasukkan kedalam wadah pemeliharaan.

Gambar 15. Aklimatisasi dan penebaran benih kerang abalone di KJA

Pakan dan Pemberian Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan budidaya kerang abalone, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi pertimbangan utama dalam pemberian pakan. Jenis pakan kerang abalone adalah seaweed yang biasa disebut makro-alga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber makanan. Saat ini, pakan yang terbaik yang diberikan adalah Gracilaria sp yang merupakan makanan favorit untuk kerang abalone. Selain Gracilaria sp, jenis seaweed yang yang lain juga dapat diberikan, seperti Ulva sp. Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran pakan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya predator-predator yang terbawa dan menghindari pakan yang hampir/telah mati yang nantinya akan membusuk dan menimbulkan racun bagi kerang abalone.

Gambar 16. Gracilaria sp (kiri) dan Ulva sp (kanan).

Pada metode pen-culture, pemberian pakan dilakukan jika ketersediaan pakan yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam wadah terlihat mulai sedikit. Pemberiannya dilakukan pada saat air sedang surut dengan cara menyelipkan antara jejeran genteng. Jumlah setiap penambahan pakan yang diberikan sebanyak 25-30 kg berat basah/unit pen-culture.

Gambar 17. Penambahan pakan dalam pen-culture.

Pemberian pakan pada metode KJA berbeda dengan metode pen-culture. Pada metode KJA, frekuensi pemberian pakan dilakukan 2-3 hari sekali sebanyak 2-5kg/unit wadah. Kelebihan dalam pemberian pakan pada metode KJA akan menimbulkan bahaya yaitu matinya sebagian Gracilaria sp dalam wadah yang menimbulkan bau busuk yang kemungkinan besar mengandung bahan beracun (seperti NH3 dan H2S) yang dapat bersifat racun dan mematikan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengontrolan pakan harus dilakukan dengan tepat.

Gambar 18. Pemberian pakan di KJA.

Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Konversi Pakan

Kerang abalone adalah hewan yang sangat lambat tumbuh. Untuk mencapai ukuran diatas 8cm/ekor dengan berat 30-40gr/ekor, dibutuhkan masa waktu pemeliharaan 12-14 bulan dengan ketersediaan pakan yang selalu cukup. Pada awal pemeliharaan, pertumbuhan panjang cangkang sejalan dengan pertumbuhan berat hingga mencapai ukuran cangkang 4cm dengan berat 11,5-13,37gr. Setelah mencapai ukuran diatas 4cm, pertumbuhan lebih mengarah terhadap pertumbuhan berat. Kelangsungan hidup kerang abalone yang dicapai dalam masa pemeliharaan 12-14 bulan sebesar 55-63%.

Sifat kerang abalone yang sangat rakus namun lambat tumbuh mengakibatkan tingginya nilai konversi pakan (Feeding Convercation of Ratio; FCR) yang dapat mencapai 27-29, artinya untuk meningkatkan berat badan sebesar 1 gr, kerang abalone harus memakan makanan sebanyak 27-29gr.

Pengontrolan dan Pergantian waring.

Gerakan kerang abalone yang sangat lambat juga merupakan suatu titik kelemahan, yaitu mudahnya predator-predator untuk memangsanya. Dengan adanya tindakan pengontrolan, predator-predator dapat langsung dimusnahkan dengan cara pengambilan langsung dari dalam wadah budidaya.

Pada metode pen-culture, pengontrolan sangat sulit untuk dilakukan dikarenakan ketergantungan pada surutnya air laut dan desain substrak yang cukup sulit untuk menemukan adanya predator. Salah satu cara untuk mencegah adanya predator adalah desain pen-culture yang rapat sehingga tidak terdapat lubang/tempat masuknya predator serta melakukan pengontrolan secara menyeluruh setiap 3 atau 4 bulan sekali dengan cara membongkar susunan substrak. Hal ini juga bertujuan untuk memperbaiki kembali susunan substrak.

Gambar 19. Pengontrolan pada pen-culture

Dinding pen-culture yang terbuat dari waring sangat mudah kotor akibat dari sedimen yang terbawa dalam badan air serta tumbuhan biofouling (tumbuhan penempel) yang dapat mennganggu sirkulasi air. Selain itu, waring yang telah kotor akan lebih mudah sobek dikarenakan tertahannya arus hempasan ombak. Oleh karena itu pergantian waring perlu untuk dilakukan minimal 1 bulan sekali.

Pada metode KJA, pengontrolan terhadap predator lebih mudah untuk dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan minmal 3-4 hari sekali atau sebelum pemberian pakan dengan cara mengangkat wadah budidaya ke permukaan. Predator-predator dapat segera dimusnahkan serta kerang abalone yang sakit dapat dilakukan tindakan pengobatan. Untuk memperlancar sirkulasi air dalam wadah, pergatian wadah/waring minimal dilakukan setiap bulan.


Gambar 20. Pengontrolan dan pergantian waring

Hama dan Penyakit

Hama

Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam budidaya kerang abalone. Jenis hama yang terdapat dalam wadah budidaya kerang abalone diberdakan menjadi 3 golongan, yaitu; 1) hama pengganggu; 2) penyaing; dan 3) pemangsa/predator. Diantara ke tiga golongan hama tersebut, predator merupakan hama yang sangat berbahaya terhadap kehidupan kerang abalone.

Gerakan kerang abalone yang lambat sangat memudahkan predator-predator untuk dapat memangsanya. Jenis predator yang sering dijumpai dalam wadah budidaya kerang abalone adalah kepiting-kepiting laut. Sedangkan hama yang lain seperti udang-udangan dan kerang-kerang laut menjadi pengganggu dan penyaing ruang gerak serta makanan. Contoh; teritip.

Teritip harus selalu dibersihkan sebagai tindakan pencegahan akan terjadinya luka, karena cangkangnya yang runcing dan tajam. Teritip akan menjadi masalah jika terdapat dalam jumlah banyak pada substrak, selain sebagai penyaing oksigen juga akan menyulitkan kerang abalone untuk bergerak leluasa dan bahkan dapat tumbuh pada cangkang kerang abalone (Gambar 20).

Gambar 20. Teritip yang menempel pada substrak dan cangkang.

Masuknya hama dapat melalui lubang-lubang yang terdapat pada wadah ataupun melalui makanan yang diberikan. Oleh karena itu, tindakan penanggulangan dan pemberantasan perlu dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Pakan yang diberikan harus dalam keadaan bersih dari partikel yang melekat ataupu hewan lainnya.
  2. Pengontrolan dalam wadah budidaya secara kontinyu/periodik.
  3. Pemusnahan hama yang ditemukan didalam maupun diluar wadah budidaya.
  4. Pengontrolan terhadap keadaan wadah.

Penyakit

Penyakit merupakan suatu hal yang sangat mengkwatirkan dalam keberhasilan kegiatan budidaya. Penyakit pada kerang abalone akan timbul saat kondisi kerang abalone menurun akibat adanya perubahan suatu keadaan tertentu, seperti lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air menurun yang menimbulkan stress pada kerang abalone atau penanganan yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka. Pada keadaan seperti ini, kerang abalone sangat riskan terhadap serangan penyakit.

Pada metode KJA, penyebab lingkungan yang kotor sering kali disebabkan oleh pemberian pakan yang terlalu banyak. Pakan tersebut akan membusuk jika tidak habis dalam waktu 3-4 hari. Oleh karena itu, pemberian pakan yang berlebihan harus dihindari serta kesegaran pakan yang diberikan tetap terjamin.

Penyakit yang menyerang kerang abalone, saat masih terus di identifikasi untuk mengetahui penyebabnya. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah timbulnya warna merah seperti karat pada bagian selaput gonad (bagian bawah cangkang). Kerang abalone yang mengalami gejala ini, dalam waktu 5-6 hari lapisan selaput akan sobek, nampak lemas dan jika dipegang sangat lembek (tidak dapat merespon ransangan luar) yang akhirnya mengalami kematian. Tindakan pencegahan yang telah dilakukan saat ini adalah tindakan karantina atau pemisahan pada tempat khusus sebelum selaput gonad sobek/terpisah dari cangkang, kemudian dilakukan tindakan pengobatan dengan cara pengolesan acriflavin atau betadine dalam dosis tinggi (500ppm) pada selaput tersebut secara kontinyu selama 3 hari. Tindakan ini juga dilakukan pada kerang abalone yang mengalami luka.

Gambar 21. Gejala kerang abalone yang sakit, nampak lemas (kiri), warna karat (kanan).

Oleh karena itu, tindakan pencegahan merupakan tindakan yang sangat tepat sebagai langkah awal dalam meningkatkan keberhasilan budidaya kerang abalone. Tindakan-tindakan pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu:

  1. Hindari pemberian pakan yang berlebih
  2. Pakan yang diberikan dalam keadaan segar dan bersih.
  3. Pakan yang telah rusak/busuk segera dibuang dari wadah budidaya.
  4. Hindari luka akibat penanganan, baik saat pergantian wadah maupun saat melepas dari substrak serta hindari penanganan yang dapat menimbulkan stress.
  5. Gunakan bahan yang elastis untuk melepas kerang abalone dari substrak.
  6. Ganti wadah dan bersihkan substrak dari biota yang menempel, seperti teritip.
  7. Ketersediaan pakan dalam wadah budidaya selalu tersedia dan dalam jumlah yang cukup.

Sumber: juknis abalone BBL Lombok

Posted in Abalones | 2 Comments »

PEMELIHARAAN KERANG ABALONE (Haliotis asinina) DENGAN METODE PEN-CULTURE (Kurungan Tancap) DAN KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Posted by mustika lautan pada September 5, 2008

Pemanfaatan sumber daya laut tidak hanya dilakukan melalui penangkapan, tetapi juga perlu dikembangkan usaha budidaya, salah satunya adalah budidaya laut. Saat ini pengembangan budidaya laut lebih banyak mengarah kepada ikan-ikan ekonomis tinggi dan tiram mutiara, sementara diperairan Indonesia masih banyak biota-biota laut yang masih bisa dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi, salah satunya adalah kerang abalone (H. asinina). Pengembangan usaha budidaya kerang abalone dimasa datang mempunyai prospek cukup cerah, mengingat beberapa keunggulan yang dimilikinya baik dari teknik budidaya sampai dengan pemasaran.

Daging abalon mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%; lemak 3,20%; serat 5,60%, abu 11,11%; dan kadar air 0,60% serta cangkangnya mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya. Produksi kerang abalone saat ini lebih banyak diperoleh dari tangkapan di alam, dan ini akan menimbulkan kekwatiran akan terjadinya kelangkaan yang berakhir pada kepunahan.

Oleh karena itu, Loka Budidaya Laut-Lombok sebagai salah satu pengerak dalam pengembangan budidaya laut mengembangkan metode budidaya kerang abalone dengan 2 metode yaitu KJA dan Pen-Culture (kurungan tancap) yang dapat memberikan jalan keluar untuk mengurangi ketergantungan produksi pada usaha penangkapan dan meningkatkan produksi secara kontinyu.

BIOLOGI KERANG ABALONE

KLasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi abalone adalah sebagai berikut :

Class : Gastropoda

Sub Class : Orthogastropoda

Ordo : Vetigastropoda

Super Family : Pleurotomarioidea

Family : Haliotidae

Genus : Haliotis

Species : Haliotis asinina

Kerang abalone memiliki satu cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dalam jumlah yang sesuai dengan ukuran abalone, semakin besar ukuran kerang abalone maka semakin banyak lubang yang terdapat pada cangkang. Lubang-lubang tersebut tertata rapi mulai dari ujung depan hingga belakang cangkang. Kerang abalone juga mempunyai mulut dan sungut yang terletak di bawah cangkang serta sepasang mata.

Gambar 1. Alat pencernaan kerang abalone.

Bagian-bagian lain dari kerang abalone dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Bagian-bagian tubuh kerang abalone.

Habitat dan Tingkah Laku

Kerang Abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Kerang abalone bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya.

Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan, kehidupan kerang abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum, spesies kerang abalone mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; H. kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan H. asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C). Parameter kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32ppt, H2S dan NH3 kurang dari 1ppm serta oksigen terlarut lebih dari 3ppm.

Penyebaran kerang abalone sangat terbatas. Tidak semua pantai yang berkarang terdapat kerang abalone. Secara umum, kerang abalone tidak ditemukan di daerah estuaria yaitu pertemuan air laut dan tawar yang biasa terjadi di muara sungai. Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas yang sering terjadi, tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan juga karena konsentrasi oksigen yang rendah.

Makanan dan Kebiasaan Makan

Kerang abalone merpakan hewan herbivore, yaitu hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya adalah seaweed yang biasa disebut makro alga. Jenis seaweed/makro alga yang tumbuh dilaut sangat beraneka ragam. Secara garis besar ada 3 golongan seaweed/makro alga yang hidup di laut, yaitu; 1) makro alga merah (Red seaweeds), 2) alga coklat (Brown seaweeds), dan 3) alga hijau (Green seaweed). Ketiga golongan tersebut terbagi atas beberapa jenis dan beraneka ragam. Keragaman tersebut tidak semuanya dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanannya. Berikut ini spesies/jenis seaweed yang dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanannya, yaitu:

a. Makro alga merah, yaitu:

Corallina

Lithothamnium

Gracilaria

Jeanerettia

Porphyra

b. Makro alga coklat:

Ecklonia

Laminaria

Macrocystis

Nereocystis

Undaria

Sargasum

c. Makro alga hijau, seperti Ulva

SARANA BUDIDAYA

Sarana Pada Metode Pen-Culture

Sarana yang dibutuhkan untuk budidaya kerang abalone pada metode ini adalah sebagai berikut:

  1. Wadah yaitu pen-culture atau kurungan tancap.
  2. Substrak yang terbuat dari paving blok dan genteng.
  3. Alat kerja, seperti; timbangan, keranjang/waskom, pacul, linggis dan palu.

Sarana ini akan dipergunakan dalam proses pembuatan dan peletakan wadah serta saat proses pemeliharaan berlangsung.

Sarana Pada Metode KJA

Metode KJA, sarana yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

a. Wadah yang berupa unit keramba jaring apung yang dapat terbuat dari kayu atau bambu dilengkapi jangkar yang terbuat dari besi atau beton.

b. Wadah pemeliharaan yang terbuat dari waring.

c. Alat transportasi, seperti; perahu atau sampan.

d. Alat kerja, seperi; timbangan, palu dan gergaji.

e. Rumah jaga, dipergunakan untuk kegiatan pengamanan.

PEMILIHAN LOKASI

Kerang abalone hidup pada daerah karang berpasir disekitar pantai dan jarang bahkan tidak terdapat dimuara sungai. Hal ini yang akan menjadi pertimbangan utama dalam memilih lokasi budidaya kerang abalone. Oleh karena itu, tidak semua lokasi dapat dijadikan sebagai tempat budidaya kerang abalone. Selain factor lokasi, faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah faktor keamanan. Faktor keamanan merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan setiap kegiatan usaha yang dilakukan. Lokasi yang sangat ideal akan tetapi jika faktor keamanan tidak mendukung akan menimbulkan kerugian akibat dari pencurian dan hal ini akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar.

Berdasarkan pada metode budidaya, saat ini Loka Budidaya Laut-Lombok telah menerapkan dan mengembangkan 2 metode, yaitu; 1). Metode pen-culture (kurungan tancap) dan 2). Metode Keramba Jaring Apung (KJA). Pada kedua metode ini memiliki spesifikasi lokasi yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari persyaratan lokasi dari ke dua metode, yaitu:

a. Metode Pen-Culture.

Persyaratan lokasi untuk budidaya kerang abalone dengan metode pen-culture adalah sebagai berikut:

Daerah pantai dengan curah hujan rendah

Lokasi sebaiknya mempunyai curah hujan rendah sepanjang tahun, hal ini untuk menghindari fluktuasi parameter air laut terutama salinitas yang mencolok. Pada daerah curah hujan tinggi akan berdanpak sangat buruk pada saat air surut, yaitu air hujan akan tergenang pada lokasi pen-culture, akibatnya salinitas akan turun secara drastis. Apabila hal ini berlangsung cukup lama akan menimbulkan stress dan membahayakan kehidupan kerang abalone dan berujung pada kematian.

Daerah pantai yang jauh/tidak ada muara sungai.

Hal ini bertujuan untuk menghindari abrasi air tawar yang dapat mengakibatkan perubahan kualitas air, terutama salinitas serta partikel dan limbah yang terbawa oleh arus sungai. Keadaan sperti ini memberikan danpak yang buruk terhadap kehidupan kerang abalone. Oleh karena itu, daerah ini sebaiknya tidak dijadikan lokasi buddiaya kerang abalone.

Keadaan pantai yang landai/datar (tidak curam/terjal).

Kedaan pantai yang landai/datar akan memudahkan dalam membangun konstruksi pen-culture, demikian sebaliknya, pada daerah pantai yang terjal akan mengakibatkan sulitnya menempatkan konstruksi/wadah budidaya.

Dasar pantai pasir berkarang dan terdapat alga laut yang tumbuh (ex: padang lamun)

Pemilihan lokasi yang seperti ini untuk mendekatkan keadaan wadah budidaya dalam bentuk habitat asli kerang abalone. Selain itu, pada daerah berpasir suspensi atau partikel lumpur dalam badan air sangat sedikit sehingga kejernihan air tetap terjamin. Adanya alga yang tumbuh pada daerah tersebut akan menjadi tolak ukur untuk kesinambungan ketersediaan pakan serta kelangsungan hidup pakan yang akan diberikan seperti Gracilaria sp. Sebaliknya, pada daerah berlumpur akan terus terjadi kekeruhan akibat partikel tanah yang terbawa dalam badan air yang dapat menimbulkan endapan/sedimen yang pada akhirnya membahayakan kehidupan kerang abalone yaitu kerang abalone dapat tertimbun dalam endapan tersebut sehingga menyulitkan untuk memperoleh oksigen yang akhirnya tingkat mortalitas menjadi tinggi.

Ketinggian air saat surut terendah.

Pada saat surut terendah, sebaiknya lokasi tetap pada daerah yang tergenang air, jika lokasi terletak pada daerah pantai yang kering, maka bagian dalam pen-culture harus digali dengan kedalaman minimal 10-15cm dengan tujuan untuk mempertahankan genangan air saat surut terendah. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan suhu yang sangat mencolok dan menghindari kekeringan pada kerang abalone yang dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian.

Mudah dijangkau dan diawasi.

Lokasi harus mudah dijangkau (dekat dengan tempat tinggal), bertujuan untuk memudahkan pengawasan setiap saat, terutama kerusakan konstruksi atau hal lain yang dapat menimbulkan kerugian dan membahayakan kehidupan kerang abalone, seperti; adanya predator. Selain itu, dekatnya lokasi juga merupakan tindakan pengamanan yang tepat.

Gelombang/ombak pantai yang tidak terlalu besar

Daerah pantai yang dijadikan lokasi harus terlindung dari hempasan ombak yang cukup besar, bertujuan untuk menghindari kerusakan pada wadah/konstruksi pen-culture. Hal lain, lokasi yang memiliki ombak besar maka usia ekonomis sarana akan menjadi pendek serta akan menambah biaya dalam konstruksi yang harus dibuat kokoh serta perbaikan, tentunya hal ini akan memperkecil margin keuntungan dan bahkan dapat mengakibatkan kerugian.

Gambar 3. Lokasi pen-culture

b. Metode KJA

Pemilihan lokasi budidaya kerang abalone dengan metode KJA pada prinsipnya sama dengan pemilihan lokasi pada budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan sistim KJA. Oleh karena itu, budidaya kerang abalone dapat dilakukan secara bersama dengan ikan kerapu bebek dalam jaring yang berbeda ataupun terpisah. Adapun persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:

Faktor gangguan alam.

Gelombang dan Arus:

Gelombang yang besar akan mengakibatkan goncangan rakit yang cukup kuat, hal ini akan menyebakan rusaknya konstruksi rakit dan kesulitan dalam bekerja. Selain itu, kekuatan arus juga sangat menentukan. Arus erat kaitannya dengan sirkulasi air dalam wadah pemeliharaan/jaring. Arus yang kuat akan dapat mengakibatkan terlilitnya wadah/jaring. Oleh karena itu, besar gelombang sebaiknya

Bukan daerah up-welling:

Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme yang dipelihara, dimana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan yang dapat menimbulkan kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari.

Pencemaran:

Kerang abalone merupakan hewan yang bergerak sangat lambat sehingga jika terjadi pencemaran baik pencemaran industri, tambak maupun dari limbah masyarakat setempat akan sulit untuk menghindar, akibatnya akan mengalami kematian secara massal.

Kedalaman perairan:

Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan. Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3m dari dasar waring/jaring.

Faktor kualitas air.

Tabel 1. Parameter kualita air untuk budidaya kerang abalone (H. asinina).

No

Parameter

Satuan

Nilai rata-rata

1.

Salinitas

ppt

30-33

2.

Suhu

°C

29,5-30

3.

DO

mg/l

5,9-6,11

4.

pH

8,2-8,9

5.

Amonia

ppm

6

Kecerahan

m

>10

Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005

Faktor kualitas air bukan merupakan suatu kendala jika daerah tersebut merupakan daerah budidaya ikan kerapu. Lain halnya pada lokasi yang baru, perlu dilakukan suatu pendekatan dengan cara pengukuran parameter kualitas air serta tindakan uji coba yang bersifat sederhana jika tidak memiliki alat pengukur kualitas air yaitu dengan cara memelihara beberapa ekor kerang abalone pada daerah tersebut, minimal sekitar 2-4 minggu (sekitar 1 bulan), dan parameter yang diamati adalah dapat bertahan hidup dan mampu memakan pakan yang diberikan. Ini yang akan dijadikan sebagai tolak ukur bahwa lokasi tersebut telah mampu mendukung budidaya kerang abalone.

DESAIN DAN KONSTRUKSI

Desain dan konstruksi harus di desain sedemikian rupa hingga membentuk suatu konstruksi yang layak untuk budidaya kerang abalone. Hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan konstruksi, daya tahan dan biaya konstruksi. Kita bisa saja membuat suatu konstruksi yang sangat kokoh dengan menggunakan bahan yang kuat, seperti besi anti karat (staenless), akan tetapi biaya yang dikeluarkan mesti tidak sedikit. Bagi para pengusaha yang mempunyai modal yang besar, hal itu bukan suatu masalah akan tetapi bagi masyarakat yang berpenghasilan cukup tentu hal ini akan menjadi suatu masalah.

Loka Budidaya Laut-Lombok dalam hal ini telah mendesain suatu konstruksi wadah budidaya kerang abalone dengan biaya yang relative terjangkau oleh masyarakat. Desain konstruksi yang telah dibuat adalah sebagai berikut:

a. Konstruksi Pen-Culture

Pen-culture berbentuk empat persegi panjang berukuran (PxLxT) 10x2x0,5meter yang di desain dari kayu. Untuk membuat 1 unit pen-culture membutuhkan bahan-bahan sebagai berikut:

Kayu balok ukuran 8cm x 12cm x 4m = 3 batang

Kayu reng ukuran 3cm x 4cm x 4m = 30 batang

Papan uk. 3cm x 20cm x 4m = 6 lembar

Kayu balok 4cm x 6cm x 4m = 4 batang

Waring hitam (mess size 5mm) = 1 roll

Tali 4mm = 0,5 roll

Paving blok = 500 unit

Genteng = 250 unit

Semen = 2 sak

Paku 7cm dan 10cm = 2 kg dan 0.5 kg

Gambar 4. Desain dan konstruksi pen-culture

Konstruksi pen-culture yang telah terbentuk dan ditempatkan pada lokasi yang telah ditentukan, paving blok dan genteng dapat diatur dan ditata secara berderet dalam pen-culture. Pemberian paving blok dan genteng ini bertujuan sebagai substrak menempel dan bersembunyi kerang abalone pada terang hari dan menciptakan suasana habitat aslinya.

Genteng disusun secara berbaris dengan kemiringan 450 searah dengan arah gelombang (tidak menghadap gelombang), sedangkan paving blok dipergunakan sebagai penyangga sekaligus pengapit antara genteng sehingga tidak mudah terbongkar akibat hempasan gelombang dan akan membentuk rongga atau jarak antara genteng yang dapat menjadi tempat persembunyian kerang abalone.

Gambar 5. Jenis Substrak (kiri) dara penyusunan substrak (kanan).

Selain menyelesaikan konstruksi pen-culture, langkah selanjutnya adalah penumbuhan makanan dalam pen-culture, salah satunya adalah Gracilaria sp. Hal ini dimaksudkan sebagai sumber makanan awal saat benih mulai ditebar. Penumbuhan/penanaman rumput laut jenis Gracilaria sp dilakukan dengan cara menyelipkan diantara selah-selah jajaran genteng untuk menghindari hanyutnya akibat adanya aliran air maupun ombak. Lama waktu penumbuhan hingga mulai penabaran benih sebaiknya 14 hari (2 minggu), dengan maksud bahwa dalam kurung waktu 14 hari Gracilaria sp diharapkan telah mampu melekat pada genteng/substrak.

Gambar 6. Penumbuhan pakan

a. Konstruksi KJA

Metode budidaya dengan KJA berbeda dengan metode pen-culture. Pada metode KJA lebih identik pada lokasi perairan dalam yang terlindungi, dalam arti bukan laut lepas dan jalur pelayaran. Desain dan konstruksi KJA pada umumnya sama, akan tetapi sering kali dibuat ukuran yang berbeda. Hal ini tentu tergantug pada kemanpuan dalam membuatnya.

Bahan-bahan untuk rangka rakit serta pelampung yang dipergunakan juga berbeda-beda, namun pada prinsipnya sama yaitu untuk memelihara biota hingga dapat memperoleh hasil yang memadai. Seperti, penggunaan rangka rakit dari bambu ataupun kayu. Hal yang terpenting dalam memilih bahan konstruksi rakit adalah kekuatan, daya tahan terhadap air (tidak mudah lapuk) dan harga beli yang terjangkau. Begitu pula dengan penggunaan pelampung, seperti drum besi yang dicat anti karat, drum palstik ataupun dari bahan strofoam yang terbungkus, namun pada prinsipnya hanya untuk mengapungkan keramba. Dalam memilih dan menentukan jumlah pelampung harus memperhitungkan daya apung atau kemanpuan menahan beban dan berat beban yang dibawa sehingga tidak mudah tenggelam.

Loka Budidaya Laut-Lombok sebagai salah satu pusat pengembangan budidaya laut telah mendesain suatu unit keramba jaring apung yang dapat dijadikan suatu petunjuk dalam menkonstruksi menjadi suatu unit keramba yang tahan terhadap gelombang. Bahan-bahan yang diperlukan untuk medesain 1 unit keramba adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan konstruksi 1 unit rakit ukuran 8x8meter (4 lubang ukuran 3x3meter/lubang)

No

Item

Jumlah

Keterangan

1

Kayu ukuran 8cm x 12cm x 4m

24

batang

sebagai rangka rakit

2

Kayu ukuran 6cm x 12cm x 4m

6

batang

penguat/pengapit rangka

3

Kayu ukuran 4cm x 5cm x 4m

19

batang

sebagai rangka peneduh

4

Papan ukuran 3cm x 20cm x 4m

24

lembar

sebagai papan pijakan

5

Pelampung strofoam diameter 80cm

12

buah

untuk mengapungkan rakit

6

Orchdinet/paranet

1

roll

sebagai atap

7

Baut 19 untuk penguat rangka:





* Panjang 15cm

24

buah

sebagai penyambung kayu


* Panjang 20cm

24

buah

sebagai penguat sambungan kayu


* Panjang 25cm

36

buah

untuk pembentukan rangka rakit

8

Tali PE 7mm

1

roll

sebagai pengikat pelampung

9

Tali PE 4mm

2

roll

sebagai penahan/rangka atap

10

Tali jahit PE

0.5

kg

sebagai tali jahit orchid net

Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, 2004

Bahan-bahan ini akan dirangkai menjadi satu hingga membentuk suatu rakit yang utuh. Proses pembuatan rakit sebaiknya dilakukan didarat dan dekat dengan lokasi yang telah dipilih sebagai lokasi budidaya, dengan tujuan memudahkan proses pengerjaannya dan mempercepat proses penyelesaiannya serta penempatan dilokasi budidaya. Metode perangkaiannya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 7. Konstruksi Kermba Jaring Apung (KJA).

Rakit yang telah jadi dan siap sebaiknya segera ditempatkan pada lokasi yang telah dipilih. Langkah awal penempatan rakit yaitu penempatan sebagian jangkar terlebih dahulu dan setelah rakit sampai dilokasi budidaya, jangkar lainnya dapat ditempatkan pada posisi yang telah ditentukan. Penempatan sebagian jangkar terlebih dahulu bertujuan sebagai titik awal posisi keramba sedangkan jangkar lainnya sebagai pengatur arah keramba. Keramba yang akan dipasang jika lebih dari 1 unit, posisi atau arah keramba sebaiknya berlawanan dengan arah gelombang, bertujuan untuk menghindari luas permukaan hempasan. Lain halnya dengan pemasangan 1 unit keramba pada suatu lokasi, pertimbangan ini tidak perlu untuk dilakukan. penempatan posisi untuk beberapa unit keramba dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 8. Posisi keramba terhada arah gelombang, angin dan arus

Selanjutnya, kegiatan budidaya kerang abalone dapat dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan budidaya kerang abalone dengan metode KJA dapat dibedakan dalam 2 cara/metode, yaitu metode integrated dan metode monoculture.

Sumber: Juknis Abalone BBL Lombok.

Posted in Abalones | 5 Comments »

CARA PEMILIHAN INDUK ABALONE HASIL BUDIDAYA DI KJA

Posted by mustika lautan pada Juli 29, 2008

Kuantitas Induk dalam jumlah yang memadai merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam suatu usaha pembenihan abalone (haliotis asinina). Hal ini dikarenakan sintasan larva abalone yang masih rendah, sehingga untuk memperoleh benih dalam jumlah yang banyak harus dilakukan pemijahan dengan frekuensi yang banyak dan berkesinambungan.

Balai Budidaya Laut Lombok tidak lagi tergantung dengan induk yang berasal dari alam, teknologi budidaya abalone di karamba jaring apung mampu menyuplai induk untuk dipijahkan dalam skala laboratorium.

Kualitas dari induk budidaya tidak kalah dengan induk yang berasal dari alam, dengan keberhasilan ini balai budidaya laut lombok mampu melakukan pemijahan secara kontinyu dan berkesinambungan

Berikut ini adalah beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam melakukan pemilihan induk abalone hasil budidaya di karamba jaring apung.

  1. Ukuran Induk.

Abalone (Haliotis asinina) mulai dewasa pada ukuran (panjang cangkang) 3cm. Sehingga pastikan abalone yang akan kita gunakan sebagai induk memiliki panjang cangkang minimal 7cm. Semakin besar ukuran induk yang kita gunakan akan semakin baik karena fekunditasnya juga semakin tinggi.

  1. Membedakan jenis kelamin induk

Jenis kelamin induk harus diperhatikan karena dalam kegiatan pemijahan diperlukan jumlah induk betina yang lebih banyak (perbandingan 2:1). Pastikan induk dalam kondisi yang benar-benar matang gonad

Kelamin abalone dapat ditentukan dengan melihat warna gonadnya. Bagian gonad sendiri dapat dilihat dengan cara mengangkat cangkang bagian bawah.

Induk jantan : Warna gonad gading kecoklatan atau kuning kemerahan

Induk betina : Warna gonad, hijau kebiruan.

  1. Memilih Induk Yang Sehat.

Induk sehat adalah syarat mutlak dalam kegiatan pemeliharaan induk dan pemijahan abalone. Induk hasil tangkapan dikatakan sehat bila:

a) Tidak cacat/terluka

Dalam pengambilan abalone terkadang kita tidak memperhatikan letak dan posisi menempel sehingga sering kali mengakibatkan luka pada induk yang akan kita pijahkan untuk itu perlu adanya langkah- langkah sebelum dilakukan pemijahan yaitu:

Untuk itu beberapa langkah yang dilakukan antara lain:

Perhatikan dan amati induk yang akan diambil satu-persatu;

Amati dan raba bagian cangkangnya karena terkadang ada retakan yang tidak terlihat;

Tarik cangkang secara perlahan untuk mengetahui kekuatan ototnya, Cangkang yang mudah direnggangkan dengan bagian tubuh menandakan adanya kerusakan otot;

Perhatikan secara seksama seluruh bagian tubuh abalone untuk mengetahui ada tidaknya luka akibat penangkapan. Luka-luka itu biasanya berupa goresan berwarna putih atau luka robek pada bagian yang menempel dengan cangkang;

Teliti juga bagian gonadnya, karena bagian tersebut sering luka/robek akibat terkait.

b) Dapat melekat dengan kuat dan aktif bergerak

Abalone yang baru diambil dari KJA biasanya dalam keadaan lemah/pingsan karena cara pengangkutan yang tidak benar. Tidak jarang abalone yang tidak cacat/luka tetapi tidak dapat diambil sebagai induk karena kondisinya yang terlalu lemah. Oleh karena itu dalam pemilihan induk diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

Sediakan wadah berisi air laut dan airator di tempat penampung abalone;

Masukan induk yang tidak luka/cacat (hasil seleksi pertama) kedalam wadah berisi air laut. Biarkan selama beberapa menit sampai kondisi induk benar-benar pulih;

Pilih induk yang dapat menempel dengan kuat dan bergerak secara aktif. Induk yang tidak bergerak atau tidak menempel secara kuat berarti kondisinya terlalu lemah.

mudah-mudahan tulisan ini bisa sedikit membantu untuk melakukan seleksi induk abalone khususnya untuk induk budidaya. amin

Posted in Abalones | 2 Comments »

CARA MENGKULTUR BENTHIC DIATOM DARI SKALA LAB SAMPAI SKALA MASAL UNTUK SUPLAI PAKAN LARVA ABALONE

Posted by mustika lautan pada Juli 22, 2008

1.Persiapan Kultur
Sterilisasi Peralatan
Sterilisasi peralatan yang digunakan dalam kultur plankton ada beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan autoclave, dengan menggunakan bahan kimia, dengan perebusan. Sterilisasi dengan perebusan dilakukan dengan tahapan sbb:
-Peralatan gelas/plastik dicuci bersih
-Rebus air tawar dalam panci sampai mendidih
-Masukkan peralatan gelas/plastik yang akan disteril
-Diamkan untuk beberapa saat (5-10menit)
-Angkat dan keringkan/simpan dalam rak

Sterilisasi Media Kultur
Media kultur plankton yang berupa air laut, kita steril dengan cara disaring dengan menggunakan sandfilter/cartridge. Kemudian masuk kedalam bak penampungan/tandon air laut. Sebelum digunakan untuk media kultur, air laut direbus/dimasak hingga mencapai suhu 800C atau sampai mendidih (1000C). Kemudian didinginkan dan disimpan/ditampung dalam panci/ember besar.

Penyiapan Media Kultur
-Air laut yang telah disteril (dimasak) dan ditampung dalam panci, dicampur dengan aquadest /air tawar (steril) hingga mencapai salinitas 28‰.
-Air dituang kedalam erleumeyer atau toples dengan perbandingan antara media dan inokulan 1:3 s/d 1:2
-Ditambahkan pupuk dan vitamin dengan takaran 1ml/liter.

Pembuatan Pupuk
Plankton atau pakan alami membutuhkan pupuk dalam pertumbuhannya. Pupuk yang dipergunakan merupakan campuran dari beberapa bahan kimia yang dibuat menjadi larutan. Formulasi pupuk cair yang digunakan dalam kultur Nitzschia sp, sebagai berikut :

NaNO3 = 100 gr/liter
NaHPO4H2O = 14 gr/liter
NaHCO3 = 12,6 gr/liter
Edta = 18,1 gr/liter
K2HPO4 = 14 gr/liter
Klewat = 100 gr/liter

Cara atau tahapan pembuatan pupuk cair adalah sebagai berikut :
-Siapkan semua bahan kimia, botol/wadah untuk larutan, aquadest, pengaduk, kompor dan panci berisi air.
-Timbang semua bahan kimia yang akan dilarutkan, sesuai dengan takaran.
-Masukkan bahan kimia kedalam botol/wadah yang telah diisi dengan aquadest dengan volume sesuai yang kita inginkan.
-Aduk sampai larutan tercampur merata atau menjadi larutan homogen.
-Panaskan didalam panci yang telah berisi air (ditim) sampai mendidih (1000), botol ditutup dengan aluminium foil.
-Angkat larutan yang telah panas/mendidih. Dinginkan, tutup botol dengan alumunium foil. Simpan di tempat yang steril.
Selain pupuk cair, dalam kultur plankton, juga dibutuhkan vitamin dan pupuk silikat. Formulasi pupuk silikat sebagai berikut :
Silikat Solution 5 gr/liter
Cara pembuatan :
-Siapkan botol/wadah untuk larutan silikat
-Isi dengan aquadest sesuai dengan volume yang kita inginkan
-Tambahkan silikat solution sesuai dengan takaran
-Aduk sampai larutan tercampur merata
-Panaskan didalam panci yang telah berisi air (ditim) sampai mendidih (1000C), botol ditutup dengan aluminium foil.
-Setelah mendidih, angkat larutan yang telah panas/mendidih. Dinginkan, tutup botol dengan alumunium foil. Simpan di tempat yang steril.

Sedangkan formulasi untuk pembuatan vitamin adalah sebagai berikut :

Biotin = 100 mg/liter
Thiamin = 700 mg/liter
Vit B12 = 500 mg/liter

Tahapan pembuatan larutan vitamin adalah sebagai berikut :
-Siapkan botol/wadah untuk pembuatan larutan vitamin
-Timbang vitamin yang akan dilarutkan
-Isi botol dengan aquadest dengan volume sesuai yang kita inginkan
-Tambahkan vitamin yang sudah ditimbang
-Aduk hingga tercampur rata atau menjadi larutan yang homogen
-Simpan larutan di tempat yang steril, tutup botol larutan dengan alumunium foil.

2.Teknik Kultur Pakan Alami Abalone
Kultur Bibit Murni dalam Media Agar
Kultur dalam media agar merupakan cara penyediaan bibit plankton yang akan dikultur. Cara pembuatan media agar :
-Bacto agar dilarutkan dalam air media kultur (salinitas 28‰) dengan takaran sebanyak 1,5 gram/100ml air.
-Larutan agar dipanaskan dalam air sampai mendidih dan terus diaduk hingga menjadi larutan yang homogen, atau menggunakan hotplate dan magnetic stirrer.
-Larutan yang telah homogen, didinginkan beberapa saat, kemudian ditambahkan pupuk dengan takaran 1ml/L.
-Diaduk hingga pupuk tercampur merata dalam larutan agar.
-Larutan agar dituang kedalam petridish, didinginkan hingga membeku (terbentuk lapisan agar). Ketebalan agar dalam petridish kira-kira 2-5 mm.
-Bibit murni plankton ditanam kedalam media agar dengan teknik inokulasi/penggoresan menggunakan jarum oose atau dengan cara menuangkan beberapa ml bibit murni ke media agar.
-Petridish ditutup rapat dengan menggunakan plakban, disimpan dalam rak kultur.
-Setelah kira-kira 1minggu akan tumbuh koloni plankton/alga tersebut.

Kultur Murni
Kultur murni merupakan rangkaian dari kegiatan pengadaan pakan alami/kultur plankton. Bibit kultur murni diperoleh dari hasil isolasi atau dari hasil kultur dalam media agar. Plankton hasil biakan/kultur dalam media agar, dipindahkan dalam tabung reaksi volume 10-15 ml, kemudian dikultur secara bertingkat ke dalam erleumeyer 100ml, 500ml, 1000ml, 2000ml dan volume 5-20liter. Langkah-langkah kultur murni adalah sebagai berikut :
-Kultur diawali dengan mempersiapkan air laut yang sudah steril dengan kadar garam 28‰
-Air dimasukkan kedalam botol-botol/toples kultur.
-Ditambahkan pupuk cair,vitamin,silikat sebanyak 1ml/liter.
-Media diaerasi dan dibiarkan sebentar, sampai pupuk tercampur merata.
-Bibit dimasukkan sebanyak ⅓ bagian atau ¼ bagian.
-Untuk mencegah kontaminasi dari udara, botol kultur ditutup dengan kapas/sterofoam/alumunium foil.
-Agar plankton tumbuh dengan baik, penempatan wadah kultur harus cukup mendapat cahaya.
-Setelah empat-lima hari masa pemeliharaan, plankton dapat dipanen dan dikultur pada wadah yang lebih besar.

Kultur massal diatom dapat dilakukan setelah Setelah empat-lima hari masa pemeliharaan skala laboratorium

Tahapan – tahapan untuk pembuatan/pengkulturan diatom adalah
1.Menyiapkan wadah, media kultur, instalasi air dan udara
Persiapan wadah, media kultur dan instalasi air dan udara merupakan langkah awal untuk melakukan kultur diatome
•Wadah yang digunakan untuk kultur bisa terbuat dari fiber maupun beton ukuran tergantung dari masing-masing pembudidaya.
•Media kultur sebelum di taburkan benih diatome terlebih dahulu di sterilisasi menggunakan kaporit 20g/l dan dibiarkan selama dua hari, setelah itu dilakukan penyaringan dengan menggunakan filter catrid ukuran 1,0 micron untuk menghilangkan endapan kaporit , untuk kultur skala lab strerilisasi wajib untuk dilakukan dengan pemanasan suhu diatas 80oC untuk memastikan tidak ada kontaminan dalam melakukan kultur diotome.
•Instalasi udara untuk mensuplai oksigen digunakan highblow 60 watt untuk mendapatkan kadar oksigen yang baik dan bersih
•Cahaya diatur sesuai dengan intensitas yang diperlukan, usahakan pencahayaan dilakukan secara kontinyu selama proses kultur berlangsung, proses pencahayaan dapat mempergunakan lampu neon ataupun yang lain, disesuaikan dengan keadaan masing-masing

2.Mengkultur benthic diatomae skala laboratorium
1.Inokulan murni ditebar sesuai dengan kepadatan yang dipersyaratankan
2.Media dipupuk dengan pupuk diatom sesuai dengan dosis yang ditentukan secara periodik
3.Kepadatan populasi dipantau secara intensif dan periodik
4.Suhu ruangan dikendalikan agar tidak mempengaruhi perubahan suhu air media
5.Kultur benthic diatom dilakukan secara bertingkat dimulai dari volume 1 liter hingga 20 liter
6.Kultur benthic diatom dipindahkan secara massal setelah mencapai volume 20 liter dengan kepadatan 5 jt sel/cc
3.Mengkultur benthic diatom skala massal
1.Subtrat (feeding plate) di rangkai dan ditempatkan dalam bak kultur skala massal
2.Inokulan hasil kultur skala lab ditebar kedalam wadah yang telah dipersiapkan 1 bulan sebelum pemijahan
3.Media dipupuk dengan pupuk diatom secara periodik sesuai dengan dosis yang dianjurkan
4.Kepadatan dipantau secara intensif dan periodik

Subtrat (feeding plate) yang telah ditumbuhi benthic diatom dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan larva atau bak kultur benthic diatom skala massal dapat langsung ditebari trochophora abalone

Posted in Abalones | 2 Comments »

PEMBENIHAN ABALONE (haliotis asinina)

Posted by mustika lautan pada Juli 20, 2008

PENDAHULUAN

Abalone (Haliotis sp.), merupakan komoditas yang belum banyak dibudidayakan. Selama ini untuk memenuhi permintaan pasar, hanya mengandalkan kegiatan penangkapan yang sangat beresiko terhadap kelestariannya, karena tidak memperhitungkan ukuran dan kuota penangkapan.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan, Loka Budidaya Laut Lombok mengemban amanah untuk menyebarluaskan hasil-hasil perekayasaan, termasuk perekayasaan pemijahan dan pembesaran Abalone. Dan sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat, tim pembenihan abalone Balai Budidaya Laut Lombok membuat prosedur kerja teknik pembenihan abalone.

PROSEDUR KERJA
A. Persiapan Laboratorium
Persiapan laboratorium dilakukan untuk mempersiapkan laboratorium /hatchery abalone sehingga memudahkan pada saat akan dilakukannya kegiatan. Persiapan yang telah dilakukan antara lain adalah:
1. Pengaturan ruangan; Beberapa ruangan yang ada di dalam laboratorium akan diatur menurut fungsinya masing-masing yaitu ruang gudang, ruang staf, ruang pemeliharaan induk dan larva, ruang pemijahan dan ruang kultur diatom.
2. Setting sistem aerasi; Perbaikan dan pemasangan instalasi airasi yang diharapkan akan mensuplai udara secara proporsional kedalam wadah-wadah yang digunakan untuk kegiatan manajemen induk, pemijahan dan pemeliharaan larva.
3. Persiapan wadah; Wadah-wadah yang dipersiapkan antara lain adalah: bak tandon air laut, bak beton vol 2 ton untuk pemeliharaan induk, akuarium volume 200 liter (2 buah) yang digunakan sebagai wadah kultur Isochrysis, dan Nitzchia sp. akuarium vol 100 untuk pemijahan dan pemeliharaan larva.

B. Pemeliharaan Induk abalone

1. Persiapan wadah
Sebelum melakukan pemeliharaan induk, terlebih dahulu mempersiapkan wadah yang berupa bak beton kapasitas dua ton (2x1x1) m3 antara lain: Volume air yang digunakan air air sebanyak 1 ton sehingga ketinggian air / media pemeliharaan induk adalah 50 cm, pemasangan shelter / tempat berlindung induk, pemasangan sistem airasi yang kuat dan merata, pemasangan sistem sirkulasi air 24 jam (minimal penggatian air 100% / hari).

2. Seleksi Calon Induk di Lokasi Penangkapan
Induk yang dipelihara berasal dari hasil tangkapan yang dilakukan oleh masyarakat. Untuk memilih induk hasil tangkapan ini, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
– Sehat; Gerakan lincah, menempel dengan keras, warna badan tidak pucat
– Tidak cacat/luka; Cangkang sempurna (tidak pecah), badan/daging utuh tidak tergores
– Ukuran cangkang; Minimal 3 cm., maksimal 5 cm.

3. Seleksi Induk di Laboratorium/Hatchery
Seleksi induk dilakukan untuk mempermudah kegiatan pemeliharaan induk dan pemijahan. Beberapa langkah yang dilakukan dalam kegiatan seleksi ini adalah:
a. Pemisahan berdasarkan jenis kelamin; dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Jantan, dengan warna gonad ekrem/gading
2) Betina dengan warna gonade biru/biru kehijauan
b. Pemisahan berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad; dengan kriteria sebagai berikut:
1) Tingkat Persiapan : isi gonad 0 – 50%.
2) Tingkat Intensif : isi gonad 50% – 75%.
3) Tingkat Pemijahan: isi gonad ≥ 75%.

4. Pemberian aerasi dan shelter dalam bak pemeliharaan induk
Aerasi diberikan sampai dasar dan kuat, shelter untuk tempat berlindung induk terbuat dari pecahan/potongan pipa PVC dengan diameter > 2”.
5. Pergantian dan sirkulasi air
Pergantian air secara total dilakukan setiap hari dan dilanjutkan dengan sirkulasi air apabila suplai memungkinkan.
6. Pemberian pakan
Pemberian pakan berupa alga (Gracillaria sp. dan Hypnea sp.) dengan dosis 25% TBW / hari.
7. Penyiphonan
Penyiphonan dasar bak setiap 2 hari sekali untuk membuang kotoran dan sisa pakan yang busuk.
8. Pencucian Bak
Pencucian bak 1 kali seminggu untuk mencegah permukaan bak ditumbuhi teritip dan memutus siklus hidup hewan penggangu seperti kepiting.
9. Pengamatan dan sampling induk
Pengamatan induk dilakukan setiap hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi induk secara keseluruhan.
10. Seleksi Induk Matang Gonade
Seleksi induk matang gonad sekali satu bulan setiap 2 atau 3 hari sebelum bulan purnama. Induk yang matang gonad akan diambil dan dipelihara secara lebih intensif dalam wadah yang lain untuk persiapan pemijahan.

B. Kultur Diatomae
Kultur diatom adalah suatu kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka menyediakan diatom dalam jumlah yang memadai untuk pakan larva/juvenil abalone. Kegiatan ini dilakukan didalam laboratorium / hatchery abalone dengan spesis yang sudah ditentukan yaitu Nitzchia sp. dan Isochrysis sp. Wadah yang digunakan adalah akuarium vol 100 –200 liter yang akan dilengkapi dengan rearing plate dan penerangan lampu neon 40 Watt.

C. Prosedur Pemijahan Abalone
Pemijahan akan dilakukan sebulan sekali pada saat bulan purnama dengan menggunakan wadah berupa akuarium volume 100 liter yang sudah dilengkapi dengan sistem airasi dan penutup (cover) dari waring. Langkah langkah dilakukan dalam kegiatan pemijahan adalah:
1. Penggunaan media pemijahan berupa air laut yang telah disaring;
2. Penggabungan induk matang gonad hasil seleksi yaitu induk dengan gonad 75% atau lebih yang terisi sperma/telur. Perbandingan berdasarkan jenis kelamin yang akan digunakan dalam satu wadah pemijahan adalah 1 ekor jantan untuk 3-4 ekor betina.
3. Penggelapan ruangan pada malam hari dan pengamatan proses pemijahan yang akan dilakukan setiap malam sejak penggabungan induk sampai dengan terjadinya pemijahan.
4. Pemindahan/panen telur dilakukan dengan cara penyiphonan untuk kemudian dipindahkan kedalam wadah penetasan sekaligus pemeliharaan larva.

D. Prosedur Penanganan Larva Abalone
Pemeliharaan larva dimulai dari kegiatan pengumpulan/pengambilan trochopora abalone. Trocophora diambil 5-6 jam setelah pemijahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Airasi pada media pemijahan dimatikan untuk mengendapkan telur yang tidak terbuahi sehingga trocophora abalone akan mengapung dan mudah untuk dikoleksi. Pengambilan trocophora abalone dilakukan dengan mengalirkan bagian atas media pemijahan menggunakan selang plastik  ½ cm, media yang dipenuhi trocophora itu ditampung dalam bak penampungan yang dilengkapi net 100m.
b. Trocophora yang terkumpul dalam plankton net dipindahkan kedalam rearing tank yang dilengkapi dengan sistem sirkulasi dengan diberi airasi sampai pada stadia veliger.
c. Media larva rearing dilengkapi dengan rearing plate yang sudah ditumbuhi bentik mikro alga.
d. Airasi diberikan secara halus dan merata untuk memberi kesempatan menempel pada larva.
e. Pakan yang diberikan adalah Isochrysis sp dan Nitszchia sp, dan mulai diberikan pada saat larva mencapai umur D5 .
f. Pemeliharaan D1 – D10 kondisi air akan dibiarkan statis dan diberi airasi yang lemah pada saat larva mencapai umur;

PENUTUP

Keberhasilan dalam kegiatan pembenihan Abalone memerlukan keahlian khusus yang didapat dari pengalaman eksperimental. Oleh karena perlu untuk di susun metode kerja proses pembenihan Abalone, sehingga dapat mengembangkannya di kemudian hari.
Mudah-mudahan metode kerja proses pembenihan abalone ini dapat diserap oleh masyarakat luas dan diaplikasikan untuk peningkatan pendapatan masyarakat.

Posted in Abalones | Leave a Comment »